I.
PENDAHLUAN
Salah
satu misi bagian pendidikan dan pelatihan adalah memberikan sumbangan pada
pencapaian tujuan organisasi. Pelatih akan menghasilkan tindakan yang dapat di
ulang-ulang dan dapat mengakibatkan motivasi diri dan perbaikan lebih lanjut
melalui pendidikan dan latihan yang lebih maju. Dengan demikian, seorang
pelatih sangat memerlukan pemahaman yang tepat tentang konsepsi pelatihan dan
mencari strateginya agar dapat melaksanakanya secara lebih baik.[1]
Kemudian pendidikan dan
pelatihan akan efektif dan efisien apabila dilaksanakan dengan pendidikan yang
integral, dengan proses yang dimulai dari analisis kebutuhan diklat sampai
evaluasi dan tindak lanjut. Sementara keberhasilan pelaksanaan diklat sangat
ditentukan oleh beberapa unsur, seperti seperti: peserta diklat, Widyaiswara,
kurikulum dan metode, media, penyelenggara maupun pengelola diklat.
Dalam
pelaksanaan Diklat, peranan pengelola diklat (management of training) merupakan
unsur dominan disamping unsur lainnya. Karena dalam penyelenggaraan kegiatan
Diklat yang menjadi peserta diklat adalah orang dewasa yang telah memiliki
karakteristik sendiri, maka para pengelola diklat perlu memiliki
kompetensi dalam hal konsep dasar, agar dapat menerapkan pola pendidikan
bernuansa pendidikan bagi orang dewasa dalam pelaksanaan diklat.
Untuk itu dalam
makalah kami ini, kami berusaha menyampaikan konsep dasar pendekatan pedagogic dan Andragogi
dalam penyelenggaraan pendidikan dan latihan.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A. Apa
pengertian Pedagogi?
B. Apa
pengertian Andragogi?
C. Bagaimana
Pendekatan Pedagogi dan Andragogi dalam Diklat?
III.
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
PEDAGOGI
Istilah
paedagogi berasal dari bahasa
yunani yaitu paid berarti “anak’ dan agagos yang berarti ‘memimpin’. Jadi, paedagogi adalah suatu ilmu atau seni mengajar anak-anak. Pengertian paedagogi secara khusus sebagai
"suatu ilmu dan seni mengajar kanak-kanak" dan paedagogi
kemudian didefinisikan secara umum sebagai "ilmu dan seni mengajar".[2]
Pendekatan pedagogi pada intinya
lebih menitikberatkan pada trainer -directed education dimana trainer
memiliki tanggung jawab penuh dalam membuat keputusan mengenai apa yang akan
disampaikan pada saat pelatihan, bagaimana metode pelatihannya. Learner atau
peserta pelatihan hanya menerima instruksi dari trainer saja.
Pedagogi merupakan suatu pendekatan
yang hanya menempatkan peserta pelatihan sebagai obyek di dalam pelatihan,
mereka mesti menerima pelatihan yang sudah di set up oleh penyelenggara
pelatihan, di set up oleh para pelatihnya apa-apa saja yang harus dipelajari,
materi-materi apa saja yang akan diterima, yang akan disampaikan, metode
panyampaiannya, itu semua tergantung kepada trainer dan tergantung
kepada sistem pelatihannya itu sendiri.
Guru selalu berhadapan dengan murid yang memerlukan
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap utama untuk menghadapi hidupnya di masa
depan. Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 88), yang dimaksud dengan
kompetensi pedagogis adalah kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang
meliputi;
a. Pemahaman
wawasan atau landasan kependidikan,
Seorang
guru harus memahami hakekat pendidikan dan konsep yang terkait diantaranya
yaitu, fungsi dan peran lembaga
pendidikan, konsep pendidikan seumur hidup dan berbagai implikasinya, peranan
keluarga dan masyarakat dalam pendidikan, pengaruh timbale balik antar sekolah,
keluarga, dan masyarakat, system pendidikan nasional dan inovasi pendidikan.
b. Pemahaman
tentang peserta didik
Guru
harus mengenal dan memahami peserta didik dengan baik, memahami tahap
pengembangan yang telah dicapainya, kemampuanya, keunggulan dan kekuranganya,
hambatan yang dihadapi serta factor dominan yang memengaruhinya.
c. Pengembangan
kurikulum atau silabus
Setiap
guru menggunakan buku sebagai bahan ajar. Buku sebagai bahan ajar. Buku
pelajaran banyak tersedia, demikian pula buku penunjang. Guru dapat
mengadaptasi materi materi yang akan di ajarkan dari buku-buku yang telah
distandardisasi oleh Depdiknas, tepatnya Badan Standardisasi Nasional
Pendidikan (BSNP). Singkatnya, guru tidak perlu repot menulis buku sesuai
dengan bidang studinya.
d. Perancangan
pembelajaran
Menurut
Naegie (2002: 8), “Guru efektif mengatur kelas mereka dengan prosedur dan
mereka menyiapkanya. Di hari pertama masuk kelas, mereka telah memikirkan apa
yang mereka ingin siswa lakukan dan bagaimana hal itu harus dilakukan”. Jika
guru memberitahu siswa sejak awal bagaimana guru mengharapkan mereka bersikap
dan belajar dikelas, guru menegaskan otoritasnya, maka mereka akan serius dalam
belajar.
e. Pelaksanaan
pembelajaran yang mendidik dan diologis
Pada
anak dan remaja, inisiatif belajar harus muncul dari pada guru, karena mereka
pada umumnya belum memahami pentingnya belajar. Maka, guru harus mampu
menyiapkan pembelajaran yang bias menarik rasa ingin tahu siswa, yaitu
pembelajaran yang menarik, menantang, dan tidak monoton, baik dari sisi kemasan
maupun isi atau materi
f. Evaluasi
hasil belajar
Kesuksesan
guru sebagai pendidik professional tergantung pada pemahamanya terhadap
penilaian pendidikan, dan kemampuanya bekerja efektif dalam penilalian.
“penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur
pencapaian hasil belajar peserta didik”.
g. Pengembangan
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya
Belajar
merupakan proses dimana pengetahuan, konsep, ketrampilan dan perilaku
diperoleh, dipahami, diterapkan, dan dikembangkan. Belajar merupakan proses
kognitif, social, dan perilaku.[3]
Pengetahuan pedagogi merupakan aset
penting kepada seorang guru. Kiranya perlu difahami dan diaplikasikan dalam
proses pengajaran dan pembelajaran di sekolah maupun di luar sekolah. Melalui
pengetahuan pedagogi, seorang guru atau pelatih akan dapat mengoptimalkan cara
pengajarannya agar menarik minat pelajar dan juga dapat menyampaikan isi
pelajaran dengan lebih baik.[4]
B. PENGERTIAN
ANDRAGOGI
Andragogi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Andre
yang berarti “orang dewasa” dan “agagos” yang berarti membimbing. Jadi
Andragogi adalah ilmu atau seni dalam membantu orang dewasa belajar, yang
berarti mengarahkan orang dewasa yang meliputi; Biologis, Hukum,
Sosial dan Psikologi.[5]
Para ahli pendidikan orang dewasa
percaya bahwa proses belajar orang dewasa berbeda dengan anak-anak sehingga
memerlukan perlakuan yang berbeda pula. Anak belajar dipandang sebagai
pembentukan, perolehan, pengumpulan, penemuan, dan pemaduan pengetahuan, skill, strategi, dan nilai-nilai yang
diperoleh dari pengalaman. Sedangkan orang dewasa belajar dipandang sebagai
transformasi, yaitu mengubah, mempelajari kembali, memperbarui, dan menggganti.[6]
Derkenwald dan Merriam mengungkapkan
pengertian pendidikan orang dewasa sebagai suatu proses belajar yang sistematis
dan berkelanjutan dengan tujuan untuk mencapai perubahan pada pengetahuan,
sikap, nilai dan keterampilan
Malcolm
Knowless dalam mengembangkan konsep andragogi, mengembangkan empat pokok asumsi
sebagai berikut:
a. Konsep diri
Asumsinya bahwa
sesungguhnya dan kematangan diri seseorang bergerak dari ketergantungan total
(realita pada bayi) menuju ke arah pengembangan diri, sehingga mampu untuk
mengarahkan dirinya sendiri dan mandiri. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
secara umum konsep diri anak-anak masih tergantung sedangkan pada orang dewasa
konsep dirinya sudah mandiri, karena kemandirian inilah orang dewasa
membutuhkan memperoleh
penghargaan orang lain
sebagai manusia yang mampu menentukan dirinya sendiri (sel determination),
mampu mengarahkan dirinya sendiri (selfdirection).
b. Peranan pengalaman
Asumsinya
adalah bahwa sesuai dengan perjalanan waktu seorang individu tumbuh dan
berkembang menuju ke arah kematangan. Dalam perjalanannya seorang individu
mengalami dan mengumpulkan berbagai pengalaman pahit getirnya kehidupan, dimana
hal ini menjadikan seorang individu sebagai sumber belajar yang demikian kaya,
dan pada saat yang bersamaan individu tersebut memberikan dasar yang luas untuk
belajar dan memperoleh pengalaman baru.
c. Kesiapan belajar
Asumsi bahwa setiap
individu semakin menjadi matang sesuai dengan perjalanan waktu, maka kesiapan
belajar bukan ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan akademik ataupun
biologisnya, tetapi lebih banyak ditentukan oleh tuntutan perkembangan dan
perubahan tugas dan peranan sosialnya. Pada seorang anak belajar karena ada
karena adanya tuntutan akademik atau biologiknya.
d. Orientasi belajar
Asumsi yaitu bahwa pada
anak orientasi belajarnya seolah-olah sudah ditentukan dan dikondisikan untuk
memiliki orientasi yang berpusat pada materi pembeljaran (subject matter
centered orientation). Sedangkan pada orang dewasa mempunyai kecenderungan
memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan permasalahan yang
dihadapi (problem centered orientatin).
Beberapa
persamaan antara andragogi dan pedagogi dapat dicermati dalam table berikut:
Persamaan
Dan Perbedaan Andragogi Dengan Pedagogi
PERSAMAAN
|
PERBEDAAN
|
1.
Sama-sama ilmu
pengetahuan
tentang pendidikan
2.
Sama-sama bertujuan
membina
pengetahuan,
sikap
dan keterampilan
manusia
untuk
kesejahteraan
hidupnya.
3.
Sama-sama berada pada
sistem
pendidikan
nasional
4.
Sama-sama berdasarkan
Pancasila
dan UUD
1945.
5.
Banyak metode dan
media
yang jenisnya
bersamaan.
|
1.
Pada andragogi diciptakan suasana
hubungan
sama status antara fasilitator
dan
peserta, sedangkan pada pedagogi
terpolakan
hubungan guru yang
mengetahui
segalanya dan berkuasa
dengan
murid yang tidak tahu apa-apa dan
harus
menerima.
2.
Pada andragogi diciptakan proses saling
membelajarkan
diri, pada pedagogi
tercipta
proses belajar dari guru.
3.
Pada andragogi peserta mutlak harus aktif
berpartisipasi,
pada pedagogi murid lebih
banyak menerima.
|
C. PENDEKATAN PEDAGOGI DAN ANDRAGOGI
DALAM DIKLAT
1)
Pendekatan pedagogi dalam diklat
Perubahan masyarakat dunia telah
memebawa pedagogi untuk mengkaji kembali paradigmanya yang digunakan selama
ini. Anak atau peserta latihan sebagai objek pedagogic bukan lagi makhluk yang
berdiri sendiri, tetapi makhluk yang menjadi manusia di tengah-tengah
masyarakatnya yang semakin lama semakin meluas, melebar dan mendalam.
Ada beberapa
mazhab dalam ilmu pedagogi yang dapat di terapkan dalam diklat, antara lain:
1 Mazhab behavioris
Mazhab
behavioris yang diperkenalkan oleh Ivan Pavlov dan dikembangkan oleh Thorndike
dan Skinner, berpendapat bahawa pembelajaran adalah berkaitan dengan perubahan
tingkah laku. Mereka menumpukan ujian kepada perhubungan antara ‘rangsangan’
dan ‘gerak balas’ yang menghasilkan perubahan tingkahlaku. Secara umum teori
behavioris menyatakan bahawa pengajaran dan pembelajaran akan mempengaruhi
segala perbuatan atau tingkah laku pelajar.
2 Mazhab kognitif
Mazhab kognitif pula berpendapat
bahawa pembelajaran ialah suatu proses dalaman yang berlaku dalam akal fikiran,
dan tidak dapat diperhatikan secara langsung daripada tingkah laku. Ahli-ahli
psikologi kognitif seperti Bruner dan Piaget menumpukan kajian kepada berbagai jenis
pembelajaran dalam proses penyelesaian masalah dan celik akal mengikut berbagai
peringkat umur dan kebolehan pelajar. Teori-teori pembelajaran mereka adalah
bertumpu kepada cara pembelajaran seperti pemikiran celik akal, kaedah
penyelesaian masalah semasa proses pembelajaran, otak akan menyusun segala
maklumat
3 Mazhab sosial
Mazhab sosial pula menyarankan teori
pembelajaran dengan menggabungkan teori mazhab behavioris bersama dengan mazhab
kognitif. Teori ini juga dikenali sebagai Teori Perlakuan Model. Albert
Bandura, seorang tokoh mazhab sosial ini menyatakan bahawa proses pembelajaran
akan dapat dilaksanakan dengan lebih berkesan dengan menggunakan pendekatan
‘permodelan’. Beliau menjelaskan lagi bahawa aspek pemerhatian pelajar terhadap
apa yang disampaikan atau dilakukan oleh guru dan juga aspek peniruan oleh
pelajar akan dapat memberikan kesan yang optimum kefahaman.
4 Mazhab humanis
Mazhab humanis pula berpendapat
pembelajaran manusia bergantung kepada emosi dan perasaannya. Seorang ahli
mazhab ini, Carl Rogers menyatakan bahawa setiap individu itu mempunyai cara
belajar yang berbeda dengan individu yang lain. Oleh itu, strategi dan pendekatan
dalam proses pengajaran dan pembelajaran hendaklah dirancang dan disusun
mengikut kehendak dan perkembangan emosi pelajar itu. Beliau juga menjelaskan
bahawa setiap individu mempunyai potensi dan keinginan untuk mencapai
kecemerlangan sendiri. Maka, guru hendaklah menjaga sendiri pelajar dan memberi
bimbingan supaya potensi mereka dapat diperkembangkan ke tahap optimum.[7]
2)
Pendekatan andragogi dalam diklat
Dalam praktik pembelajaran, sebenarnya
keputusan guru, instruktur, pelatih atau apapun namanya, untuk bertindak secara
tepat sangat bergantung pada situasi sesaat dan setempat, karena yang paling
tahu situasinya adalah mereka yang berhadapan langsung dengan peserta didik.
Dalam kaitanya dengan pendekatan andragogi dalam diklat, berikut ini akan
dikemukakan prinsip-prinsip yang merupakan rambu-rambu yang dapat dilakukan
bilamana menghadapi situasi yang sekiranya sesuai pada saat pelatihan
dilakukan.
a) Penampilan Pelatih
Dalam
berkomunikasi, pelatih harus membeuka pelajaran dengan cara yang menyenangkan,
memahami dan memerhatikan keadaan peserta sebagaimana adanya. Tidak memonopoli
pembicaraan, tidak bersifat mengadili dalam memberikan balikan, tanggapan atau
komentar terhadap peserta diklat, terus terang, jujur dan terbuka. Membantu
pengembangan sikap positif peserta diklat, bergairah dalam bertukar pikiran
dengan peserta diklat dan menggunakan pilihan kata yang menun jukan kesetaraan.
b) Organisasi dan Seleksi Materi Belajar
Dalam
pengorgaanisasian materi belajar, seharusnya peserta dilibatkan dalam
merencanakan tujuan dan materi belajar. peserta didik dilibatkan dalam
menentukan sistematika kegiatan belajar dengan cara menawarkan program dan
kegiatan belajar, memanfaatkan pengalaman praktis peserta dalam kegiatan
belajar tertentu sesuai kesepakatan peserta diklat.
c) Metode Pembelajaran
Pembelajaran
teori hendaknya berpusat pada masalah belajar, menuntut dan mendorong peserta
latihan untuk aktif. Mendorong peserta untuk mengemukakan pengalamanya,
menimbulkan kerja sama antara instruktur dengan peserta latihan dan antara
sesame peserta latihan. Memberikan pengalaman belajar, bukan pemindahan atau
penyerapan materi. Contoh:
1. Presentasi. Teknik ini meliputi
antara lain: ceramah, debat, dialog, wawancara, panel, demonstrasi, film,
slide, pameran, darmawisata, dan membaca.
2. Teknik Partisipasi peserta.
Teknik ini meliputi antara lain: tanyajawab, permainan peran, kelompok
pendengar panel reaksi, dn panel yang diperluas.
3. Teknik Diskusi. Teknik ini terdidi atas
diskusi terpimpin, diskusi yang
bersumberkan dari buku, diskusi pemecahan masalah, dan diskusi kasus.
4. Teknik Simulasi. Teknik ini terdiri atas:
permainan peran, proses insiden kritis, metode kasus, dan permainan.
d) Pengelolaan Lingkungan Fisik
Pengelolaan
lingkungan fisik hendaknya mengikuti prinsip-prinsip yang meliputi: Penataan
alat-alat atau media pada posisi yang dapat didengar dan dilihat oleh semua
peserta latihan, Adanya sirkulasi udara yang emncukupi, Adanya pencahayaan yang
mencukupi, Adanya kebebasan memilih tempat duduk sesuai dengan kesenangan
masing-masing, Aturan tempat duduk yang memungkinkan terjadinya komunikasi
banyak arah dan Adanya kebebasan atau kesempatan untuk melengkapi sarana
belajar, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk kepentingan bersama.
e) Pengelolaan lingkungan sosial
Pengelolaan lingkungan sosial
hendaknya mengikuti prinsip-prinsip yang meliputi: Adanya kerja sama baik antar
sesame peserta latihan maupun antara peserta dengan instruktur, adanya saling
menghargai baik sesame peserta maupun antara peserta maupun antara peserta dan
instruktur, terbukanya kesempatan untuk bertanya dan mengemukakan pendapat,
saling mengenal antara sesame peserta daan antara peserta dengan instruktur,
tidak ada tekanan dari satu individu pada individu lain baik sesame peserta
latihan maupun dari instruktur.[8]
Pendekatan andragogi didasarkan pada asumsi-asumsi
tentang orang dewasa sebagai berikut.
a.
Konsep diri
orang dewasa butuh
pengalamannya dihargai misalnya dalam hal mengambil keputusan. Mereka akan
menolak apabila diperlakukan seperti anak kecil, misalnya diceramahi. Implikasinya konsep diri tersebut dalam belajar adalah antara lain; Iklim
belajar, Peserta diikutsertakan dalam mendiagnosa kebutuhan belajar, Peserta dilibatkan dalam proses perencanaan
belajarnya, dan Evaluasi belajar menekankan kepada evaluasi diri (self
evaluation).
b.
Pengalaman
Orang dewasa mempunyai pengalaman yang lebih banyak
bila dibandingkan dengan anak-anak karena mereka sudah lama hidup. Bagi orang
dewasa, pengalaman itu adalah dirinya sendiri. Implikasinya dalam belajar
adalah sebagai berikut.
c.
Kesiapan untuk Belajar
Menurut Havighurst, penampilan orang dewasa dalam
melaksanakan peranan sosialnya berubah sejalan dengan perubahan dari ketiga
fase dewasa, sehingga hal ini mengakibatkan pula kesiapan dalam belajar. Suatu
contoh dalam peran seorang sebagai pekerja, maka tugas pengembangannya adalah
memperoleh pekerjaan. Pada saat itu ia sudah siap untuk belajar segala sesuatu
yang diperlukan untuk memperoleh pekerjaan
d.
Orientasi terhadap Belajar
Orientasi belajar orang dewasa dengan anak-anak
berbeda. Anak-anak cenderung untuk menunda aplikasi dari apa yang
dipelajarinya. Pendidikan baginya adalah sebagai penumpukan pengetahuan dan
keterampilan yang nantinya diharapkan dapat bermanfaat. Sebaliknya, bagi orang
dewasa pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari adalah untuk secepatnya
diaplikasikan di dalam kehidupan.[9]
IV.
KESIMPULAN
Pendekatan
pedagogi pada intinya lebih menitikberatkan pada trainer -directed education
dimana trainer memiliki tanggung jawab penuh dalam membuat keputusan
mengenai apa yang akan disampaikan pada saat pelatihan, bagaimana metode
pelatihannya. Dan Andragogi adalah ilmu atau seni dalam membantu orang
dewasa belajar, yang berarti mengarahkan orang dewasa yang meliputi; Biologis, Hukum, Sosial dan Psikologi.
Perubahan
masyarakat dunia telah memebawa pedagogi untuk mengkaji kembali paradigmanya
yang digunakan selama ini. Anak atau peserta latihan sebagai objek pedagogic
bukan lagi makhluk yang berdiri sendiri, tetapi makhluk yang menjadi manusia di
tengah-tengah masyarakatnya yang semakin lama semakin meluas, melebar dan
mendalam.
Dalam
praktik pembelajaran, sebenarnya keputusan guru, instruktur, pelatih atau
apapun namanya, untuk bertindak secara tepat sangat bergantung pada situasi
sesaat dan setempat, karena yang paling tahu situasinya adalah mereka yang
berhadapan langsung dengan peserta didik.
V.
PENUTUP
Demikian makalah yang dapat penulis susun, penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu,
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan makalah
selanjutnya.
Semoga
makalah ini bermanfaat dan menambah khazanah keilmuan bagi kita semua.
[1]
Saleh Marzuki, Pendidikan Non Formal, (Bandung:
PT REMAJA ROSDAKARYA, 2012), hlm. 173
[2]
http://diklat-jaati.blogspot.com/2009/09/pendekatan-andragogi-dalam-diklat.html
di akses pada tanggal 01/12/2014 pukul 13.46 wib
[3]
Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi
Guru, (Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, 2012), hlm. 30-37
[4] http://mindakata.blogspot.com/2013/07/kesan-ilmu-pedagogi-dalam-pengajaran.html
[5]
http://diklat-jaati.blogspot.com/2009/09/pendekatan-andragogi-dalam-diklat.html
di akses pada tanggal 01/12/2014 pukul 13.46 wib
[6]
Saleh Marzuki, Pendidikan Non Formal,… hlm.
165
[7]
http://mindakata.blogspot.com/2013/07/kesan-ilmu-pedagogi-dalam-pengajaran.html
di akses pada tanggal 01/12/2014 pukul 13.46 wib
[8]
Saleh Marzuki, Pendidikan Non Formal,… hlm.
173
[9]
http://www.slideshare.net/brotomp/pedagogy-vs-andragogy-presentation
di akses pada tanggal 01/12/2014 pukul 13.46 wib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar