Rabu, 27 Mei 2015

PENDEKATAN PEDAGOGI DAN ANDRAGOGI DALAM PENYELENGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

I.            PENDAHLUAN
Salah satu misi bagian pendidikan dan pelatihan adalah memberikan sumbangan pada pencapaian tujuan organisasi. Pelatih akan menghasilkan tindakan yang dapat di ulang-ulang dan dapat mengakibatkan motivasi diri dan perbaikan lebih lanjut melalui pendidikan dan latihan yang lebih maju. Dengan demikian, seorang pelatih sangat memerlukan pemahaman yang tepat tentang konsepsi pelatihan dan mencari strateginya agar dapat melaksanakanya secara lebih baik.[1]
Kemudian pendidikan dan pelatihan akan efektif dan efisien apabila dilaksanakan dengan pendidikan yang integral, dengan proses yang dimulai dari analisis kebutuhan diklat sampai evaluasi dan tindak lanjut. Sementara keberhasilan pelaksanaan diklat sangat ditentukan oleh beberapa unsur, seperti seperti: peserta diklat, Widyaiswara, kurikulum dan metode, media, penyelenggara maupun pengelola diklat.
Dalam pelaksanaan Diklat, peranan pengelola diklat (management of training) merupakan unsur dominan disamping unsur lainnya. Karena dalam penyelenggaraan kegiatan Diklat yang menjadi peserta diklat adalah orang dewasa yang telah memiliki karakteristik sendiri, maka para pengelola diklat perlu memiliki kompetensi dalam hal konsep dasar, agar dapat menerapkan pola pendidikan bernuansa pendidikan bagi orang dewasa dalam pelaksanaan diklat.
Untuk itu dalam makalah kami ini, kami berusaha menyampaikan konsep dasar pendekatan pedagogic dan Andragogi  dalam penyelenggaraan pendidikan dan latihan.

II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Apa pengertian Pedagogi?
B.     Apa pengertian  Andragogi?
C.     Bagaimana Pendekatan Pedagogi dan Andragogi dalam Diklat?

III.            PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN PEDAGOGI
Istilah paedagogi berasal dari bahasa yunani yaitu paid berarti “anak’ dan agagos yang berarti ‘memimpin’. Jadi, paedagogi adalah suatu ilmu atau seni mengajar anak-anak.  Pengertian paedagogi secara khusus sebagai "suatu ilmu dan seni mengajar kanak-kanak" dan paedagogi kemudian didefinisikan secara umum sebagai "ilmu dan seni mengajar".[2]
Pendekatan pedagogi pada intinya lebih menitikberatkan pada trainer -directed education dimana trainer memiliki tanggung jawab penuh dalam membuat keputusan mengenai apa yang akan disampaikan pada saat pelatihan, bagaimana metode pelatihannya. Learner atau peserta pelatihan hanya menerima instruksi dari trainer saja.
Pedagogi merupakan suatu pendekatan yang hanya menempatkan peserta pelatihan sebagai obyek di dalam pelatihan, mereka mesti menerima pelatihan yang sudah di set up oleh penyelenggara pelatihan, di set up oleh para pelatihnya apa-apa saja yang harus dipelajari, materi-materi apa saja yang akan diterima, yang akan disampaikan, metode panyampaiannya, itu semua tergantung kepada trainer dan tergantung kepada sistem pelatihannya itu sendiri.
Guru selalu berhadapan dengan murid yang memerlukan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap utama untuk menghadapi hidupnya di masa depan. Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 88), yang dimaksud dengan kompetensi pedagogis adalah kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi;
a.       Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan,
Seorang guru harus memahami hakekat pendidikan dan konsep yang terkait diantaranya yaitu,  fungsi dan peran lembaga pendidikan, konsep pendidikan seumur hidup dan berbagai implikasinya, peranan keluarga dan masyarakat dalam pendidikan, pengaruh timbale balik antar sekolah, keluarga, dan masyarakat, system pendidikan nasional dan inovasi pendidikan.
b.      Pemahaman tentang peserta didik
Guru harus mengenal dan memahami peserta didik dengan baik, memahami tahap pengembangan yang telah dicapainya, kemampuanya, keunggulan dan kekuranganya, hambatan yang dihadapi serta factor dominan yang memengaruhinya.
c.       Pengembangan kurikulum atau silabus
Setiap guru menggunakan buku sebagai bahan ajar. Buku sebagai bahan ajar. Buku pelajaran banyak tersedia, demikian pula buku penunjang. Guru dapat mengadaptasi materi materi yang akan di ajarkan dari buku-buku yang telah distandardisasi oleh Depdiknas, tepatnya Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP). Singkatnya, guru tidak perlu repot menulis buku sesuai dengan bidang studinya.
d.      Perancangan pembelajaran
Menurut Naegie (2002: 8), “Guru efektif mengatur kelas mereka dengan prosedur dan mereka menyiapkanya. Di hari pertama masuk kelas, mereka telah memikirkan apa yang mereka ingin siswa lakukan dan bagaimana hal itu harus dilakukan”. Jika guru memberitahu siswa sejak awal bagaimana guru mengharapkan mereka bersikap dan belajar dikelas, guru menegaskan otoritasnya, maka mereka akan serius dalam belajar.
e.       Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan diologis
Pada anak dan remaja, inisiatif belajar harus muncul dari pada guru, karena mereka pada umumnya belum memahami pentingnya belajar. Maka, guru harus mampu menyiapkan pembelajaran yang bias menarik rasa ingin tahu siswa, yaitu pembelajaran yang menarik, menantang, dan tidak monoton, baik dari sisi kemasan maupun isi atau materi
f.       Evaluasi hasil belajar
Kesuksesan guru sebagai pendidik professional tergantung pada pemahamanya terhadap penilaian pendidikan, dan kemampuanya bekerja efektif dalam penilalian. “penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik”.
g.      Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya
Belajar merupakan proses dimana pengetahuan, konsep, ketrampilan dan perilaku diperoleh, dipahami, diterapkan, dan dikembangkan. Belajar merupakan proses kognitif, social, dan perilaku.[3]
Pengetahuan pedagogi merupakan aset penting kepada seorang guru. Kiranya perlu difahami dan diaplikasikan dalam proses pengajaran dan pembelajaran di sekolah maupun di luar sekolah. Melalui pengetahuan pedagogi, seorang guru atau pelatih akan dapat mengoptimalkan cara pengajarannya agar menarik minat pelajar dan juga dapat menyampaikan isi pelajaran dengan lebih baik.[4]

B.     PENGERTIAN ANDRAGOGI
Andragogi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Andre yang berarti “orang dewasa” dan “agagos” yang berarti membimbing. Jadi Andragogi adalah ilmu atau seni dalam membantu orang dewasa belajar, yang berarti mengarahkan orang dewasa yang meliputi; Biologis, Hukum, Sosial dan Psikologi.[5]
Para ahli pendidikan orang dewasa percaya bahwa proses belajar orang dewasa berbeda dengan anak-anak sehingga memerlukan perlakuan yang berbeda pula. Anak belajar dipandang sebagai pembentukan, perolehan, pengumpulan, penemuan, dan pemaduan pengetahuan, skill, strategi, dan nilai-nilai yang diperoleh dari pengalaman. Sedangkan orang dewasa belajar dipandang sebagai transformasi, yaitu mengubah, mempelajari kembali, memperbarui, dan menggganti.[6]
Derkenwald dan Merriam mengungkapkan pengertian pendidikan orang dewasa sebagai suatu proses belajar yang sistematis dan berkelanjutan dengan tujuan untuk mencapai perubahan pada pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilan
Malcolm Knowless dalam mengembangkan konsep andragogi, mengembangkan empat pokok asumsi sebagai berikut:
a. Konsep diri
Asumsinya bahwa sesungguhnya dan kematangan diri seseorang bergerak dari ketergantungan total (realita pada bayi) menuju ke arah pengembangan diri, sehingga mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dan mandiri. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa secara umum konsep diri anak-anak masih tergantung sedangkan pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri, karena kemandirian inilah orang dewasa membutuhkan memperoleh
penghargaan orang lain sebagai manusia yang mampu menentukan dirinya sendiri (sel determination), mampu mengarahkan dirinya sendiri (selfdirection).
b. Peranan pengalaman
Asumsinya adalah bahwa sesuai dengan perjalanan waktu seorang individu tumbuh dan berkembang menuju ke arah kematangan. Dalam perjalanannya seorang individu mengalami dan mengumpulkan berbagai pengalaman pahit getirnya kehidupan, dimana hal ini menjadikan seorang individu sebagai sumber belajar yang demikian kaya, dan pada saat yang bersamaan individu tersebut memberikan dasar yang luas untuk belajar dan memperoleh pengalaman baru.
c. Kesiapan belajar
Asumsi bahwa setiap individu semakin menjadi matang sesuai dengan perjalanan waktu, maka kesiapan belajar bukan ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan akademik ataupun biologisnya, tetapi lebih banyak ditentukan oleh tuntutan perkembangan dan perubahan tugas dan peranan sosialnya. Pada seorang anak belajar karena ada karena adanya tuntutan akademik atau biologiknya.
d. Orientasi belajar
Asumsi yaitu bahwa pada anak orientasi belajarnya seolah-olah sudah ditentukan dan dikondisikan untuk memiliki orientasi yang berpusat pada materi pembeljaran (subject matter centered orientation). Sedangkan pada orang dewasa mempunyai kecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan permasalahan yang dihadapi (problem centered orientatin).
Beberapa persamaan antara andragogi dan pedagogi dapat dicermati dalam table berikut:
Persamaan Dan Perbedaan Andragogi Dengan Pedagogi
PERSAMAAN
PERBEDAAN
1. Sama-sama ilmu         
pengetahuan tentang pendidikan
2. Sama-sama bertujuan
membina pengetahuan,
sikap dan keterampilan
manusia untuk
kesejahteraan hidupnya.
3. Sama-sama berada pada
sistem pendidikan
nasional
4. Sama-sama berdasarkan
Pancasila dan UUD
1945.
5. Banyak metode dan
media yang jenisnya
bersamaan.
1. Pada andragogi diciptakan suasana
hubungan sama status antara fasilitator
dan peserta, sedangkan pada pedagogi
terpolakan hubungan guru yang
mengetahui segalanya dan berkuasa
dengan murid yang tidak tahu apa-apa dan
harus menerima.
2. Pada andragogi diciptakan proses saling
membelajarkan diri, pada pedagogi
tercipta proses belajar dari guru.
3. Pada andragogi peserta mutlak harus aktif
berpartisipasi, pada pedagogi murid lebih
banyak menerima.


C.     PENDEKATAN PEDAGOGI DAN ANDRAGOGI DALAM DIKLAT
1)      Pendekatan pedagogi dalam diklat
Perubahan masyarakat dunia telah memebawa pedagogi untuk mengkaji kembali paradigmanya yang digunakan selama ini. Anak atau peserta latihan sebagai objek pedagogic bukan lagi makhluk yang berdiri sendiri, tetapi makhluk yang menjadi manusia di tengah-tengah masyarakatnya yang semakin lama semakin meluas, melebar dan mendalam.
Ada beberapa mazhab dalam ilmu pedagogi yang dapat di terapkan dalam diklat, antara lain:
1 Mazhab behavioris
      Mazhab behavioris yang diperkenalkan oleh Ivan Pavlov dan dikembangkan oleh Thorndike dan Skinner, berpendapat bahawa pembelajaran adalah berkaitan dengan perubahan tingkah laku. Mereka menumpukan ujian kepada perhubungan antara ‘rangsangan’ dan ‘gerak balas’ yang menghasilkan perubahan tingkahlaku. Secara umum teori behavioris menyatakan bahawa pengajaran dan pembelajaran akan mempengaruhi segala perbuatan atau tingkah laku pelajar.
2 Mazhab kognitif
Mazhab kognitif pula berpendapat bahawa pembelajaran ialah suatu proses dalaman yang berlaku dalam akal fikiran, dan tidak dapat diperhatikan secara langsung daripada tingkah laku. Ahli-ahli psikologi kognitif seperti Bruner dan Piaget menumpukan kajian kepada berbagai jenis pembelajaran dalam proses penyelesaian masalah dan celik akal mengikut berbagai peringkat umur dan kebolehan pelajar. Teori-teori pembelajaran mereka adalah bertumpu kepada cara pembelajaran seperti pemikiran celik akal, kaedah penyelesaian masalah semasa proses pembelajaran, otak akan menyusun segala maklumat
3 Mazhab sosial
Mazhab sosial pula menyarankan teori pembelajaran dengan menggabungkan teori mazhab behavioris bersama dengan mazhab kognitif. Teori ini juga dikenali sebagai Teori Perlakuan Model. Albert Bandura, seorang tokoh mazhab sosial ini menyatakan bahawa proses pembelajaran akan dapat dilaksanakan dengan lebih berkesan dengan menggunakan pendekatan ‘permodelan’. Beliau menjelaskan lagi bahawa aspek pemerhatian pelajar terhadap apa yang disampaikan atau dilakukan oleh guru dan juga aspek peniruan oleh pelajar akan dapat memberikan kesan yang optimum kefahaman.
4 Mazhab humanis
Mazhab humanis pula berpendapat pembelajaran manusia bergantung kepada emosi dan perasaannya. Seorang ahli mazhab ini, Carl Rogers menyatakan bahawa setiap individu itu mempunyai cara belajar yang berbeda dengan individu yang lain. Oleh itu, strategi dan pendekatan dalam proses pengajaran dan pembelajaran hendaklah dirancang dan disusun mengikut kehendak dan perkembangan emosi pelajar itu. Beliau juga menjelaskan bahawa setiap individu mempunyai potensi dan keinginan untuk mencapai kecemerlangan sendiri. Maka, guru hendaklah menjaga sendiri pelajar dan memberi bimbingan supaya potensi mereka dapat diperkembangkan ke tahap optimum.[7]

2)      Pendekatan andragogi dalam diklat
   Dalam praktik pembelajaran, sebenarnya keputusan guru, instruktur, pelatih atau apapun namanya, untuk bertindak secara tepat sangat bergantung pada situasi sesaat dan setempat, karena yang paling tahu situasinya adalah mereka yang berhadapan langsung dengan peserta didik. Dalam kaitanya dengan pendekatan andragogi dalam diklat, berikut ini akan dikemukakan prinsip-prinsip yang merupakan rambu-rambu yang dapat dilakukan bilamana menghadapi situasi yang sekiranya sesuai pada saat pelatihan dilakukan.
a)      Penampilan Pelatih
Dalam berkomunikasi, pelatih harus membeuka pelajaran dengan cara yang menyenangkan, memahami dan memerhatikan keadaan peserta sebagaimana adanya. Tidak memonopoli pembicaraan, tidak bersifat mengadili dalam memberikan balikan, tanggapan atau komentar terhadap peserta diklat, terus terang, jujur dan terbuka. Membantu pengembangan sikap positif peserta diklat, bergairah dalam bertukar pikiran dengan peserta diklat dan menggunakan pilihan kata yang menun jukan kesetaraan.
b)      Organisasi dan Seleksi Materi Belajar
Dalam pengorgaanisasian materi belajar, seharusnya peserta dilibatkan dalam merencanakan tujuan dan materi belajar. peserta didik dilibatkan dalam menentukan sistematika kegiatan belajar dengan cara menawarkan program dan kegiatan belajar, memanfaatkan pengalaman praktis peserta dalam kegiatan belajar tertentu sesuai kesepakatan peserta diklat.
c)      Metode Pembelajaran
Pembelajaran teori hendaknya berpusat pada masalah belajar, menuntut dan mendorong peserta latihan untuk aktif. Mendorong peserta untuk mengemukakan pengalamanya, menimbulkan kerja sama antara instruktur dengan peserta latihan dan antara sesame peserta latihan. Memberikan pengalaman belajar, bukan pemindahan atau penyerapan materi. Contoh:
1. Presentasi. Teknik ini meliputi antara lain: ceramah, debat, dialog, wawancara, panel, demonstrasi, film, slide, pameran, darmawisata, dan membaca.
2. Teknik Partisipasi peserta. Teknik ini meliputi antara lain: tanyajawab, permainan peran, kelompok pendengar panel reaksi, dn panel yang diperluas.
 3. Teknik Diskusi. Teknik ini terdidi atas diskusi terpimpin, diskusi yang    bersumberkan dari buku, diskusi pemecahan masalah, dan diskusi kasus.
 4. Teknik Simulasi. Teknik ini terdiri atas: permainan peran, proses insiden kritis, metode kasus, dan permainan.
d)     Pengelolaan Lingkungan Fisik
Pengelolaan lingkungan fisik hendaknya mengikuti prinsip-prinsip yang meliputi: Penataan alat-alat atau media pada posisi yang dapat didengar dan dilihat oleh semua peserta latihan, Adanya sirkulasi udara yang emncukupi, Adanya pencahayaan yang mencukupi, Adanya kebebasan memilih tempat duduk sesuai dengan kesenangan masing-masing, Aturan tempat duduk yang memungkinkan terjadinya komunikasi banyak arah dan Adanya kebebasan atau kesempatan untuk melengkapi sarana belajar, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk kepentingan bersama.
e)      Pengelolaan lingkungan sosial
Pengelolaan lingkungan sosial hendaknya mengikuti prinsip-prinsip yang meliputi: Adanya kerja sama baik antar sesame peserta latihan maupun antara peserta dengan instruktur, adanya saling menghargai baik sesame peserta maupun antara peserta maupun antara peserta dan instruktur, terbukanya kesempatan untuk bertanya dan mengemukakan pendapat, saling mengenal antara sesame peserta daan antara peserta dengan instruktur, tidak ada tekanan dari satu individu pada individu lain baik sesame peserta latihan maupun dari instruktur.[8]
Pendekatan andragogi didasarkan pada asumsi-asumsi tentang orang dewasa sebagai berikut.
a.       Konsep diri
      orang dewasa butuh pengalamannya dihargai misalnya dalam hal mengambil keputusan. Mereka akan menolak apabila diperlakukan seperti anak kecil, misalnya diceramahi. Implikasinya konsep diri tersebut dalam belajar adalah antara lain; Iklim belajar, Peserta diikutsertakan dalam mendiagnosa kebutuhan belajar, Peserta dilibatkan dalam proses perencanaan belajarnya, dan Evaluasi belajar menekankan kepada evaluasi diri (self evaluation).
b.      Pengalaman
Orang dewasa mempunyai pengalaman yang lebih banyak bila dibandingkan dengan anak-anak karena mereka sudah lama hidup. Bagi orang dewasa, pengalaman itu adalah dirinya sendiri. Implikasinya dalam belajar adalah sebagai berikut.
c.       Kesiapan untuk Belajar
Menurut Havighurst, penampilan orang dewasa dalam melaksanakan peranan sosialnya berubah sejalan dengan perubahan dari ketiga fase dewasa, sehingga hal ini mengakibatkan pula kesiapan dalam belajar. Suatu contoh dalam peran seorang sebagai pekerja, maka tugas pengembangannya adalah memperoleh pekerjaan. Pada saat itu ia sudah siap untuk belajar segala sesuatu yang diperlukan untuk memperoleh pekerjaan
d.      Orientasi terhadap Belajar
Orientasi belajar orang dewasa dengan anak-anak berbeda. Anak-anak cenderung untuk menunda aplikasi dari apa yang dipelajarinya. Pendidikan baginya adalah sebagai penumpukan pengetahuan dan keterampilan yang nantinya diharapkan dapat bermanfaat. Sebaliknya, bagi orang dewasa pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari adalah untuk secepatnya diaplikasikan di dalam kehidupan.[9]

 IV.            KESIMPULAN
Pendekatan pedagogi pada intinya lebih menitikberatkan pada trainer -directed education dimana trainer memiliki tanggung jawab penuh dalam membuat keputusan mengenai apa yang akan disampaikan pada saat pelatihan, bagaimana metode pelatihannya. Dan Andragogi adalah ilmu atau seni dalam membantu orang dewasa belajar, yang berarti mengarahkan orang dewasa yang meliputi; Biologis, Hukum, Sosial dan Psikologi.
Perubahan masyarakat dunia telah memebawa pedagogi untuk mengkaji kembali paradigmanya yang digunakan selama ini. Anak atau peserta latihan sebagai objek pedagogic bukan lagi makhluk yang berdiri sendiri, tetapi makhluk yang menjadi manusia di tengah-tengah masyarakatnya yang semakin lama semakin meluas, melebar dan mendalam.
Dalam praktik pembelajaran, sebenarnya keputusan guru, instruktur, pelatih atau apapun namanya, untuk bertindak secara tepat sangat bergantung pada situasi sesaat dan setempat, karena yang paling tahu situasinya adalah mereka yang berhadapan langsung dengan peserta didik.

    V.            PENUTUP
Demikian makalah yang dapat penulis susun, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini bermanfaat dan menambah khazanah keilmuan bagi kita semua.






[1] Saleh Marzuki, Pendidikan Non Formal, (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2012), hlm. 173
[3] Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru, (Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, 2012), hlm. 30-37
[4] http://mindakata.blogspot.com/2013/07/kesan-ilmu-pedagogi-dalam-pengajaran.html
[6] Saleh Marzuki, Pendidikan Non Formal,… hlm. 165
[8] Saleh Marzuki, Pendidikan Non Formal,… hlm. 173

[9] http://www.slideshare.net/brotomp/pedagogy-vs-andragogy-presentation di akses pada tanggal 01/12/2014 pukul 13.46 wib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar