Rabu, 27 Mei 2015

POTENSI PONDOK PESANTREN DAN UPAYA PENGEMBANGAN DAN PEMBINAANYA

       I.            PENDAHULUAN
Tuntutan akan out put lembaga pendidikan islam yaitu pesantren yang bermutu semakin mendesak karena semakin ketatnya persaingan dalam lapangan kerja yang serasi dengan kebutuhan stakeholders pesantren. Salah satu implikasi globalisasi dalam pendidikan yaitu adanya delegurasi yang membuka peluang lembaga pendidikan  (termasuk perguruan tinggi asing) membuka lembaga pendidikanya di Indonesia. Oleh karena itu persaingan di pasar kerja akan semakin berat. Kata “mutu” telah menjadi orientsi produk pendidikan. oleh karena itu lembaga pendidikan yang tidak mengorientasikan pembelajaran pada pencapaian mutu, cepat atau lambat akan segera ditinggalkan oleh konsumenya. Sebaliknya, lembaga pendidikan yang menjadikan mutu sebagai orientasi dan standar kualitasnya akan dicari konsumen pendidikan.
Terlepas dari hal tersebut, usaha-usaha terhadap pembaharuan mutu ppendidikan pesantren telah dilakukan sejak abad ke-19, terutama pada aspek kepemimpinan, kurikulum, tempat belajar (sarana dan prasarana), dan proses/system pembelajaranya. Tentu, reformasi pesantren dalam dinamikanya yang panjang dimaksudkan untuk mencari format yang ideal peningkatan mutu pendidikan pesantren.[1]

    II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Apa saja potensi yang ada dalam pondok pesantren?
B.     apa yang di maksud dengan pondok salaf dan pondok modern?
C.     Ketrampilan seperti apa yang bias di dapat selain agama?
D.    Bagaimana proses pengembangan pondok pesantren?
E.     Bagaimana pembinaan pondok pesantren?

 III.            PEMBAHASAN
A.    POTENSI PONDOK PESANTREN
Pesantren atau pondok adalah lembaga yang merupakan wujud proses perkembangan system pendidikan nasional. Dari segi histors pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia.[2]
Dari beberapa rujukan yang ada, diperoleh kesimpulakn bahwa pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan islam di Indonesia memiliki karakteristik yang khusus dan potensi yang dimiliki para santri meliputi:
1.      Kemandirian
 Kemandirian tingkah-laku adalah kemampuan santri untuk mengambil dan melaksanakan keputusan secara bebas. Proses pengambilan dan pelaksanaan keputusan santri yang biasa berlangsung di pesantren dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu keputusan yang bersifat penting-monumental dan keputusan yang bersifat harian. Pada tulisan ini, keputusan yang dimaksud adalah keputusan yang bersifat rutinitas harian. Terkait dengan kebiasan santri yang bersifat rutinitas menunjukkan kecenderungan santri lebih mampu dan berani dalam mengambil dan melaksanakan keputusan secara mandiri, misalnya pengelolaan keuangan, perencanaan belanja, perencanaan aktivitas rutin, dan sebagainya. Hal ini tidak lepas dari kehidupan mereka yang tidak tinggal bersama orangtua mereka dan tuntutan pesantren yang menginginkan santri-santri dapat hidup dengan berdikari. Santri dapat melakukan sharing kehidupan dengan teman-teman santri lainnya yang mayoritas seusia (sebaya) yang pada dasarnya memiliki kecenderungan yang sama. Apabila kemandirian tingkah-laku dikaitkan dengan rutinitas santri, maka kemungkinan santri memiliki tingkat kemandirian yang tinggi.
2.      Keikhlasan
Yakni berbuat sesuatu bukan karena didorong oleh keinginan untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Segala perbuatan dilakukan semata- mata karena untuk ibadah lillah. Hal ini meliputi segenap suasana kehidupan di Pondok Pesantren Mawaridussalam. Guru ikhlas mendidik, para santri ikhlas belajar dan dididik, pengurus Pondok Pesantren ikhlas dalam bekerja dan membantu Majelis Pengasuh dan Pimpinan, dan para wali juga ikhlas menyerahkan putra-putrinya sepenuhnya kepada Pondok Pesantren untuk dididik.
Segala gerak- gerik dalam Pondok Pesantren Mawaridussalam berjalan dalam suasana keikhlasan yang mendalam.
Dengan demikian , terdapatlah suasana hidup yang harmonis antara guru yang disegani dan santri yang taat dan penuh cinta serta hormat dengan segala keikhlasannya.
Dengan demikian maka setiap santri diharap mampu mengerti dan menyadari arti Lillah, arti beramal, arti taqwa dan arti ikhlas. Jiwa ini menjadikan santri senantiasa siap berjuang di jalan Allah, di manapun dan kapanpun. Sebagai seorang muslim.[3]
3.      Toleransi
semenjak reformasi digulirkan, diskursus pluralisme dan multikulturalisme di negeri ini terus mengemuka dan berkembang pesat.Terkait dengan masalah tersebutsikap hiduptoleran menjadi penting. Toleransi dipandang bisa menjadi perekat baru integrasi bangsa yang sekian lama tercabik cabik.
Integrasi nasional yang selama ini dibangun berdasarkan politik kebudayaan lebih cenderung seragam dianggap tidak lagi relevan dengan kondisi dan semangat demokrasi global. Desentralisasi kekuasaan dalam bentuk otonomi daerah semenjak 1999 adalah jawaban bagi tuntutan demokrasi tersebut. Namun, desentralisasi sebagai keputusan politik nasional tern yata kemudian disadari tidak begitu produktif apabila dilihat dari kacamata integrasi nasional suatu bangsa besar yang isinya beraneka ragam suku bangsa, etnis, agama, dan status social.[4]
Pola pendidikan dan pengajaran di pesantren sangat erat kaitanya dengan tipologi pesantren sebagai mana yang telah dituangkan dalam cirri-ciri dan tradisinya. Pada system pendidikan dan pengajaran yang bersifat tradisional ini oleh kalangan pesantren dan masyarakat lebih dikenal dengan istilah pesantren salafi.[5]

B.     APA YANG DI MAKSUD DENGAN PONDOK SALAF DAN MODERN (KHOLAF)
Pola pendidikan dan pengajaran di pesantren sangat erat kaitanya dengan tipologi pesantren sebagai mana yang telah dituangkan dalam cirri-ciri dan tradisinya. Pada system pendidikan dan pengajaran yang bersifat tradisional ini oleh kalangan pesantren dan masyarakat lebih dikenal dengan istilah pesantren salafi.[6]
Dalam pelaksanaan pendidikan yang diselenggarakan pondok pesantren, secara garis besar dapat digolongkan ke dalam dua bentuk yang penting:
1) Pondok Pesantren Salafiyah Pondok Pesantren Salafiyah adalah pondok          pesantren yang menyelenggarakan pengajaran Al-Quran dan ilmu-ilmu agama Islam yang kegiatan pendidikan dan pengajarannya sebagaimana yang berlangsung sejak awal pertumbuhannya. Pembelajaran (pendidikan dan pengajaran) yang ada pada pondok pesantren ini dapat diselenggarakan dengan cara non-klasikal atau dengan klasikal. Jenis pondok ini pun dapat meningkat dengan membuat kurikulum sendiri, dalam arti kurikulum ala pondok pesantren yang bersangkutan yang disusun sendiri berdasarkan ciri khas yang dimiliki oleh pondok pesantren. Penjenjangan dilakukan dengan cara memberikan kitab pegangan yang lebih tinggi dengan funun (tema kitab) yang sama, setelah tamatnya suatu kitab. Para santri dapat tinggal dalam asrama yang disediakan dalam lingkungan pondok pesantren, dapat juga mereka tinggal di luar lingkungan pondok pesantren (santri kalong). [7]
Dalam pembelajaran system salafi, terlebih dahulu santri diarahkan untuk menguasai pengajian dasar secara individual.
Adapun materi pembahasan pada masa ini adalah pengajian Al-Qur’an, setelah menguasai kemudian santri dikenalkan dengan metode setelahnya, yaitu:
Ø  Sorogan
Sorogan berasal dari kata sorog yang artinya menyodorkan. Yaitu bentuk belajar mengajar dimana kiai hanya menghadapi seorang santri atau sekelompok kecil yang masih dalam tingkat dasar.
Ø  Wetonan
Wetonan berasal dari kata wektu (jawa) yang berarti waktu, karena pengajaran ini diberikan pada waktu-waktu tertentu. Metode ini adalah cara belajar secara berkelompok yang diikuti oleh para santri dan biasanya kiai menggunakan bahasa daerah setempat.
Ø  Bandongan
Kata bandongan berasal dari bahasa jawa banding artinya pergi berbondong-bondong secara kelompok. Baik cara sorogan ataupun bandongan , pelajaran disampaikan menggunakan bahasa daerah setempat.
Ø  Musyawarah
Musyawarah ialah system belajar dalam bentuk seminar untuk membahas setiap masalah yang berhubungan dengan pelajaran santri di tingkat tinggi. Pada metode ini menekankan adanya keaktifan dari santri dalam menelaah dan memahami kitab yang telah diajarkan.
2)      Pondok Pesantren modern/Khalafiyah merupakan pondok pesantren yang selain menyelenggarakan kegiatan kepesantrenan, juga menyelenggarakan kegiatan pendidikan formal (jalur sekolah), baik itu jalur sekolah umum (SD, SMP, SMU, dan SMK), maupun jalur sekolah ciri khas agama Islam (MI, MTs, MA, atau MAK).
          Biasanya kegiatan pembelajaran kepesantrenan pada pondok pesantren ini memiliki kurikulum pondok pesantren yang klasikal dan berjenjang, dan bahkan pada sebagian kecil pondok pesantren pendidikan formal diselenggarakannya berdasarkan pada kurikulum mandiri, bukan dari Departemen Pendidikan Nasional atau Departemen Agama. Pondok pesantren ini dapat pula dikatakan sebagai Pondok Pesantren Salafiah plus.

             Pondok Pesantren Salafiah yang menambah lembaga pendidikan formal dalam pendidikan dan pengajarannya. Penjenjangan yang dilakukan berdasarkan pada sekolah formalnya atau berdasarkan pengajiannya. Para santri yang ada di pondok pesantren tersebut pun adakalanya“mondok”, dalam arti sebagai santri dan sebagai siswa sekolah. Adakalanya pula sebagian siswa lembaga sekolah bukan santri pondok pesantren, hanya ikut pada lembaga formal saja. Bahkan dapat pula santrinya hanya mengikuti pendidikan kepesantrenan saja (Depag, 2003:41).

             Menurut Depag (2003:44), dalam pembelajaran yang diberikan oleh pondok pesantren kepada santrinya, sesungguhnya pondok pesantren mempergunakan suatu bentuk “kurikulum” tertentu yang telah lama dipergunakan. Yaitu dengan sistem pengajaran tuntas kitab yang dipelajari (kitabi) yang berlandaskan pada kitab pegangan yang dijadikan rujukan utama pondok pesantren tersebut untuk masing-masing bidang studi yang berbeda. Sehingga akhir sistem pembelajaran yang diberikan olen pondok pesantren bersandar kepada tamatnya buku atau kitab yang dipelajari, bukan pada pemahaman secara tuntas untuk suatu topik (maudlul).

            Penamaan batasan penjenjangan pun bermacam-macam. Ada yang mempergunakan istilah marhalah, sanah, dan lainnya. Bahkan adapula yang bertingkat seperti Madrasah Formal, ibtida’I, tsanawi, dan ‘aly. Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara-cara yang digunakan untuk menyampaikan ajaran sampai ke tujuan. Dalam kaitannya dengan pondok pesantren, ajaran adalah apa yang terdapat dalam kitab kuning atau kitab rujukan atau referensi yang dipegang oleh pondok pesantren tersebut. [8]

Pemahaman terhadap teks-teks ajaran tersebut dapat dicapai melalui metode pembelajaran tertentu yang biasa digunakan oleh pondok pesantren. Selama kurun waktu yang panjang, pondok pesantren telah memperkenalkan dan menerapkan beberapa metode weton dan bandongan, sorogan dan hafalan (tahfidz).
Sebagai lembaga pendidikan, pesantren berfungsi untuk menyelenggarakan pendidikan formal dan pendidikan non formal. Selama kurun waktu yang panjang pendidikan dipesantren telah memberikan sumbangsih yang posistif karena telah berhasil membentuk peserta didiknya beriman smepurna, berilmu luas dan beramal sejati. Dan pada prosesnya pesantren berfungsi antara lain sebagai:
1)      Pusat kajian islam
Pondok pesantren pada dasarnya merupakan lembaga pendidikan yang mendalami dan mengkaji berbagai ajaran dan ilmu pengetahuan agama islam melalui buku-buku klasik atau modern berbahasa arab. Dengan demikian, secara tidak langsung pondok pesantren telah menjadikan posisinya sebagai pusat pengkajian masalah keagamaan islam, dalam kata lain pondok pesantren berperan sebagai pusat kajian islam.
2)      Pusat pengembangan dakwah
Dakwah islamiah dapat diartikan sebagai penyebaran atau penyiaran ajaran dan pengetahuan  agama islam yang dilakukan secara islami, baik itu berupa ajaran atau seruan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan maupun berupa uswatun hasanah. Tugas pesantren adalah penyebaran ajaran dan pengetahuan agama islam. 
3)      Pusat pelayanan beragama dan moral
Pondok pesantren merupakan lembaga yang mempunyai cirri dan karakteristik yang unik dalam masyarakat muslim di Indonesia. Salah satu kerekteristik pesantren yang menonjol adalah kedudukanya sebagai learning society (masyarakat belajar). Sehingga A. Wahid Zaini menggambarkan bahwa, pondok pesantren tidak lain adalah sebagai lembaga pengembangan ilmu pengetahuan, khusunya ilmi pengetahuan agama islam. Dan bentuk pengembangan ilmu agama ini berimplikasi pada pelayanan pengembangan agama berujung pada moral.
4)      Pusat pengembangan solidaritas dan ukhuwah islamiah
Selain dari berbentuk ajakan seruan atau pemberian contoh untuk berbuat baik, dakwah islamiah yang diselenggarakan oleh pondok pesantren dapat bermacam-macam bentuknya meskipun dikategorikan sabagai Dakwah bi al-hal. Kegiatan ini bahkan lebih efektif dan berpotensi jika diselenggarakan oleh pondok pesantren.[9]


C.     KETRAMPILAN DI BIDANG PEREKONOMIAN DI PONDOK PESANTREN
Eksistensi Pondok Pesantren masih tetap mengakar dan menyatu dengan kehidupan masyarakat Islam, yang senantiasa diharapkan memberi jawaban alternatif terhadap perubahan dan perkembangan dewasa ini, dengan kemampuan mendayagunakan potensi sumber daya insani secara maksimal untuk menggali potensi sumber daya alam melalui penyerapan alih teknologi. Hal ini menjadi tantangan dan tuntutan dalam era globalisasi, khususnya bagi Pondok Pesantren yang tengah mengembangkan sayapnya dibidang Agro (Agrobisnis).

Pengembangan Agrobisnis di Pondok Pesantren merupakan suatu program yang sangat tepat, yang telah diupayakan oleh pemerintah dewasa ini, berdasarkan Surat Keputusan Bersama Mentri Pertanian Dan Mentri Agama Nomor 346/Kpts/FTK.050/6/1991. Nomor 94 Tahun 1991 tentang Pengembangan Agrobisnis di Pondok Pesantren.
Secara kelembagaan pesantren telah memberikan tauladan, contoh riil (bi al-haal) dengan mengaktualisasikan semangat kemandirian melalui usaha-usaha yang konkret dengan didirikannya beberapa unit usaha agrobis. Pengelolaan usaha agrobisnis dan agroindustri di pesantren dimaksudkan untuk memperkuat pendanaan pesantren, latihan bagi para santri, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat pesantren.

Dalam pengembangan dibidang Agrobisnis di pesantren bukanlah hal yang mudah diwujudkan, pasalnya keadaan lembaga pendidikan swasta tidak sama seperti halnya dengan sekolah negri. Dalam hal pengelolaan sarana prasarana atau gedung misalnya, sekolah negri cukup mengajukan proposal pengadaan barang atau perbaikan bahkan pembangunan gedung kepada institusi pemerintah yang ada di atasnya. Setelahnya proposal tersebut disetujui oleh lembaga dan dicairkan keuangannya untuk membangun gedung atau pengadaan barang yang diinginkan.

Berbeda halnya dengan lembaga pendidikan swasta meski juga dibawah tanggungan pemerintah. Sejarah sudah membuktikan bahwa mereka di nomor duakan ketimbang sekolah negeri. Oleh sebab itu kemandirian lembaga swasta sangat dibutuhkan untuk mencapai eksistensinya. Salah satu contoh lembaga pendidikan yang sejak dulu eksis dan jarang mendapatkan bantuan pemerintah adalah pesantren. Dari dulu pesantren seakan hanya menjadi sub-pendidikan formal. Imbasnya, pesantren harus mandiri.

Kemandirian pesantren memang tidak perlu diragukan lagi. Bertahun-tahun yang lampau hingga saat ini, para pendiri pesantren bener-bener memfungsikan pesantren menjadi “negara kecil”. Dalam lingkungan pesantren, para pengelolanya kebanyakan mempunyai sistem ekonomi sendiri, pemasukan dan pengelolaan keuanganya sendiri yang salah satunya dengan dibentuknya suatu unit usaha atau kegiatan yang bergerak di bidang Agrobisnis dan Agroindustri.
Mahmud Ali Zein menyebutkan dalam bukunya, bahwa potensi perekonomian terletak pada tiga aspek: pertama pada poros fanatisme terhadap lebel pesantren, kedua Koprasi, ketiga pangsa pasar yang mudah untuk ditentukanm segmenya.
Berdasarkan pernyataan diatas, penulis memandang bahwa adanya suatu usaha Agro (Agrobisnis) di Pondok Pesantren ini tidak hanya menguntungkan dan meningkatkan kesejahteraan keluarga besar pesantren saja, tetapi mampu memberdayakan dan mengkaryakan perekonomian santri dan kesejahteraan masyarakat disekitarnya.[10]

D.    PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN

Manajemen peningkatan mutu dipondok pesantren merupakan sebuah konsep yang mengaplikasikan berbagai prinsip mutu untuk menjamin suatu spesifikasi mutu sebagai mana ditetapkan secara menyeluruh dan berkelanjutan. Pendekatan manajemen mutu dilakukan secara menyeluruh, yaitu mulai input, output, dan outcome. Dalam dunia pendidikan outcome terkait dengan keterlibatan alumni dalam pengelolaan dan pengembangan lembaga pendidikan. Semua komponen system organisasi diposisikan sebagai bagian untuk menjamin mutu dan disinergikan melalui kepemimpinan mutu.[11]
Dalam manajemen tradisional umumnya ada tiga fungsi pokok manajemen, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Tetapi bagi Joseph Juran, seperti dikutip oleh Daulat P. Tampubolon, mengatakan bahwa manajemen memiliki tiga fungsi yaitu: Perencanaan mutu,  Pengendalian mutu, dan  Peningkatan mutu.
Dalam setiap kegiatan pesantren maka kerangka dasar yang dimunculkan adalah perencanaan mutu, yaitu proses identifikasi kebutuhan pelanggan secara objektif dan setepat mungkin. Penerjemahan kebutuhan itu menjadi program kegiatan dan penyusunan langkah-langkah pelaksanaanya.
Sehingga pada tataran prakteknya, pesantren perlu melakukan pemfokusan pada pelanggan yang sedikitnya terdapat lima sifat yang harus diwujudkan agar pelanggan puas, meliputi:
1.      Reability (Kepercayaan), yaitu layanan sesuai dengan yang diinginkan.
2.      Assurance (Keterjaminan), yaitu mampu menjamin kualitas layanan yang diberikan.
3.      Tangible (Penampilan), yaitu iklim pesantren yang kondusif.
4.      Emphaty (Perhatian), yaitu memberikan perhatian penuh kepada santri sebagai pelanggan utama.
5.      Responsiveness (Ketanggapan), yaitu tepat tanggap terhadap terhadap kebutuhan santri.
Dalam rangka mengimplikasikan konsep manajemen peningkatan mutu yang berbasisi pesantren ini, maka melalui pastisipasi aktif dan dinamis dari orang tua, santri, ustadz, dan karyawan pesantren lainya termasuk institusi yang memiliki kepedulian terhadap lembaga pendidikan islam (pesantren). Agar implikasi program Total Qyality Management (TQM) dipesantren berjalan dengan yang diharapkan, diperlukan persyaratan sebagai berikut:
1.      Komitmen yang tinggi dari manajemen puncak
2.      Mengalokasikan waktu secara penuh untuk program Total Quality Management (TQM).
3.      Menyiapkan dana dan menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas
4.      Memilih coordinator program TQM
5.      Melakukan BanchMarking pada perusahaan lain yang menerapkan TQM
6.      Merumuskan nilai, visi, dan misi
7.      Mempersiapkan mental untuk menghadapi berbagai bentuk hambatan
8.      Merencanakan mutasi program TQM
Total Quality Management  (TQM) yang diterapkan pesantren merupakan langkah maju dalam menggapai mutu pendidikan pesantren sesuai dengan kepuasan pelanggan yang akhirnya mengerucut pada kesesuaian antara out put pesantren dengan perkembangan zaman. Akan tetapi yang paling penting dalam peningkatan mutu pendidikan pesantren adalah sosok kiai sebagai Top Leader sekaligus manajer untuk menggerakan manajemen pesantren tersebut.
Pesantren yang merupakan lembaga pendidikan islam dengan menerapkan TQM tidak mungkin diwujudkan jika tidak di dukung dengan tersedianya sumber-sumber untuk mewujudkan kualitas proses dan hasil yang akan dicapai. Untuk menjadi efektif didalam masa sekarang, institusi pesantren memerlukan proses pengembangan strategi kualitas, antara lain:
a.       Misi yang jelas dan tertentu
b.      Mengfokuskan customer secara jelas
c.       Strategi untuk mencapai misi
d.      Pelibatan semua customers, baik internal maupun eksternal didalam pengembangan strategi
e.       Penguatan staff dengan menggerakan penghalangdan bantuan untuk membuat konstribusi maksimal terhadap institusi melalui pengembangan kelompok kerja yang efektif
f.       Penilaian dan evaluasi ke-efektifan institusi menghadapi tujuan yang diharapkan oleh curtomers.
Apalagi pendidikan pesantren didasari, digerakan dan diarahkan oleh nilai-nilai kehidupan yang bersumber pada ajaran islam yaitu al-Qur’an dan Al-Hadis. Ajaran dasar ini berkaitan dengan struktur social atau realitas social yang di gumuli dalam kehidupan sehari-hari.
Terdapat beberapa hal yang tengah dihadapi pesantren dalam melakukan pengembanganya, yaitu:
1.      Image pesantren, sebagai sebuah lembaga pendidikan yang tradisional, tidak modern, informal dan bahkan teropinikan sebagai lembaga yang melahirkan terorisme, telah mempengaruhi olah fikir masyarakat untuk meninggalkan dunia pesantren.
2.      Sarana dan prasarana penunjang yang terlihat masih kurang memadai. Bukan saja dari segi instruktur bangunan yang harus segera dibenahi, melainkan terdapat pula yang masih kekurangan ruangan pondok (asrama) sebagai tempat menetapnya santri
3.      Sumber daya manusia, Sekalipun sumber daya manusia dalam bidang keagamaan tidak da[pat diragukan lagi, tetapi dalam rangka meningkatkan eksistensi dan peranan pondok pesantren dalam bidang kehidupan social masyarakat diperlukan perhatian yang serius.
4.      Peningkatan akses dan networking merupakan salah satu keb utuhan untuk pengembangan pesantren.
5.      Manajemen kelembagaan manajemen merupakan unsure penting dalam pengelolaan pesantren. Pada saat ini masih terlihat bahwa pondok pesanren dikelola secara tradisional.
6.      Kemandirian ekonomi kelembagaan kebutuhan keuangan menjadi kendala dalam melakukan aktifitas pesantren, baik berkaitan dengan pengembangan maupun dalam keseharian.
7.      Kurikulum yang berorientasi life skills santri dan masyarakat. Pesantren masih berkonsentrasi pada penngkatan wawasan dan pengalaman keagamaan santri dan masyarakat.
Beberapa hal tersebut walau menjadi penghalang dalam pengembangan institusi pesantren namun tidak menjadikan pesantren laruti dalam lautan stagnasi. Perlu adanya terobosan-terobosan baru untuk menstransformasikan pola manajemen pesnatren yang salah satunya paling dominan adalah pada aspek kurikulumnya, dari kurikulum yang berorientasi keagamaan saja ke kurikulum  integrative yang berorientasi monotomik antara ilmu-ilmu keagamaan ke ilmu-ilmu umum.dari kurikulm “lama” yang hanya sebatas mata pelajaran agama saja ke kurikulum “baru” yang lebih luas, bukan sebatas aspek mata pelajaran saja, tetapi segala kegiatan yang dirancang oleh lembaga pendidikan yang disajikan kepada peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan (institusional, kurikuler, dan instruksional).  [12]

E.     PEMBINAAN PONDOK PESANTREN
Pondok pesantren biasanya didirikan secara individual oleh seorang atau beberapa orang kiai, maka segala sesuatu yang berlaku dalam pondok pesantren tersebut sangat bergantung pada system Leader ship kiai yang bersangkutan. System pengelolaan dan kurikulum yang diterapkan juga terdapat perbedaan antara satu pesantren dengan pesantren yang lain, namun secara umum menurut Arifin dapat dilihat kesamaanya pada aspek “charismatic leadership” dan struktur organisasi yang tidak “hierarchical bureaucratic”.
Administrasi yang diterapkan dalam penyelenggarakan pondok pesantren adalah administrasi dalam arti luas, yaitu keseluruhan kegiatan manusia yang bekerja sama untuk mencapai tujuan pondok pesantren. Dalam merencanakan dan mengelola administrasi ini harus dirumuskan dengan jelas sesuai visi misi pondok pesantren.       Karena memiliki jumlah santri besar, sehingga tampak adanya administrasi manajemen yang baik, seperti adanya planning, organizing, actuating, dan controlling. Ada tiga factor yang berperan dalam sisitem penyelenggaraan pondok pesantren, yaitu: manajemen sebagai factor upaya, organisasi sebagai factor sarana, dan administrasi sebagai factor karsa. Ketiga factor ini memberikan arah dan perpaduan dalam merumuskan, mengendalikan penyelenggaraan, mengawasi serta menilaipelaksanaan kebijakan-kebijakan dalam usaha penyelenggaraan kegiatan yang sesuai dengan tujuan pondok pesantren.
Berkenaan dengan bagaimana kemampuan mengelola serta merencanakan seluruh aktivitas kegiatan pondok pesantren maka perencanaan mengandung pokok-pokok sebagai berikut:
1.      Perencanaan selalu berorientasi masa depan, maksudnya perencanaan berusaha memprediksi bentuk dan sifat masa depan santri yang diinginkan berdasarkan situasi kondisi masalalu dan masa sekarang.
2.      Perencanaan merupakan sesuatu yang disengaja dilahirkan, dan bukan kebetulan, dan sebagai hasil pemikiran yang matang dan cerdas, yang bersumber dari hasil eksplorasi  terhadap penyelenggaraan pendidikan.
3.      Perencanaan memerlukan tidakan dari orang-orang yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan ketrampilan, baik secara individu maupun kelompok.
4.      Perencanaan harus bermakna, dalam arti bahwa usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan diselenggarakanya pendidikan ketrampilan semakin efektif dan efisien.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpilan sebagai berikut: bahwa keberhasilan suatu egiatan ditentukan baik buruknya perencanaan, perencanaan harus dapat memandang atau meramalakan kegiatan-kegiatan dimasa yang akan datang secaa obyektif, perencanaan harus diarahkan kepada tercapainya suatu tujuan sehingga bila terjadi kegagalan dalam pelaksanaan kemungkinan besar penyebabnya adalah kurang sempurnanya perencanaan, perencanaan harus memikirkan: anggaran, kebijakan, prosedur, metode, dan criteria-kriteria untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kita menyadari bahwa segala transformasi membutuhkan adanya beberapa komponen yang kompleks yang mendukung terccapainya tujuan pendidikan pesantren tersebut. Komponen-komponen itu bisa berupa:
1.      Aspek planning (perencanaan), perlu adanya pola-pola perencanaan seragam yang prinsipil dan tidak mengurangi nailai-nilai dari kepemimpinan pondok pesantren.
2.      Aspek organizing (organisasi), perlu adanya semacam petunjuk berupa pola struktur organisasi dan administrasi dasar, seperti menetapkan criteria pondok takhasus atau pondok campuran, pembentukan badan-badan, serpti badan legislative, eksekutif, dan yudikatif.
3.      Aspek staffing. Pelaksanaan pendidikan pondok pesantren yang terdiri dari kiai, guru, dan engurus. Guru dan pengurus perlu diberikan up-gradding, penataran, kursus, dan pengkaderan. Hal tersebut diberikan karena staff termasuk pembinaan personal.
4.      Aspek coordinating. Koordinasi dapat dilakukan dengan membentuk majelis pembinaan pondok pesantren yang terdiri dari para kiai dan para sarjana yang bertanggung jawab langsung pada pemerintah.
5.      Aspek reporting. Dalam akhir tahun perlu diadakan laporan khusus pada majelis atau pengurus yayasanpengeloal, yang berguna sebagai laporan  obyektif, juga merupakan evaluasi tentang pelaksanaan dan kehidupan di pesantren.
6.      Aspek budgeting. Karena pesantren bersifat swast, pembiayaan bersumber dari pemwakafan, hibah, donator iuran, baik tetap maupun tidak.
Kehadiran pesantren saat ini menjadi titik sentral kajian para ahli, karena nuansa-nuansa yang di canagkan dan dilaksanakan dalam pesantren sangat unik. Dalam pada itu, tidak sedikit yang serba lain.[13]
 IV.            ANALISIS
Meninjau kembali tentang bagaimana pentignya pendidikan bagi kehidupan manusia, pemahaman akan adanya pondok pesantren memiliki peran dan kntribusi yang besar dalam pendidikan. Kita ketahui sebagai lembaga, pesantren dimaksudkan untuk mempertahankan nilai-nilai keislaman dengan titik berat pada pendidikan yang islami. Oleh sebab itu dalam lingkup pesantren itu sendiri perlu adanya pembinaan dan pengelolaan yang meliputi, pembinaan dan pengelolaan potensi, administrasi, kurikulum sampai pada perencanaanya. Agar nantinya mampu mencetak jebolan-jebolan pondok pesantren yang tidak hanya cakap dalam satu bidang saja (agama), melainkan berbagai bidang yang membawa daya guna bagi dirinya serta masyarakat luas.
Pesantren bukan lagi dipandang sebagai lembaga yang tertinggal, melainkan lembaga yang mempunyai daya saing yang besar dengan lembaga-lembaga pendidikan yang lain. Yang selalu melakukan pembenahan dan pengembangan dari segala bidang.
Kiprah pesantren dalam berbagai hal sangat amat dirasakan oleh masyarakat. Salah satu yang menjadi contoh utama adalah, pembentukan dan terbentuknya kader-kader ulama dan pengembang ke ilmuan islam.
Dalam lembaga pendidikan islam (pesantren) yang bermutu akan melibatkan berbagai input dan out put. Maka dari itu diterapkan pula kurikulum TQM untuk menjamin pesantren yang lebih maju demi kualitas peserta didik atau santri yang berada dalam pesantren tersebut.

    V.            KESIMPULAN
Pesantren atau pondok adalah lembaga yang merupakan wujud proses perkembangan system pendidikan nasional. Dari segi histors pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia.
Dari beberapa rujukan yang ada, diperoleh kesimpulakn bahwa pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan islam di Indonesia memiliki karakteristik yang khusus.
pada prosesnya pesantren berfungsi antara lain sebagai:
1)      Pusat kajian islam
2)      Pusat pengembangan dakwah
3)      Pusat pelayanan beragama dan moral
4)      Pusat pengembangan solidaritas dan ukhuwah islamiah
Total Quality Management  (TQM) yang diterapkan pesantren merupakan langkah maju dalam menggapai mutu pendidikan pesantren sesuai dengan kepuasan pelanggan yang akhirnya mengerucut pada kesesuaian antara out put pesantren dengan perkembangan zaman
Administrasi yang diterapkan dalam penyelenggarakan pondok pesantren adalah administrasi dalam arti luas, yaitu keseluruhan kegiatan manusia yang bekerja sama untuk mencapai tujuan pondok pesantren. Dalam merencanakan dan mengelola administrasi ini harus dirumuskan dengan jelas sesuai visi misi pondok pesantren.




 VI.            PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan, kami menyadari makalah yang kami paparkan masih terdapat banyak kekurangan. Karena kami sadar bahwa kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amien ya robbal ‘alamien.



[1] Umairso, H. Nur Zain, Pesantren ditengah arus mutu pendidikan, (Semarang: RaSAIL Media Group, 2011), hlm. 129
[2] Muhammad Fathurrohman, Sulistyorini, Implementasi manajemen peningkatan mutu pendidikan islam, (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2012), hlm. 235

[3] http://anampunyablog.blogspot.com/2009/12/pesantren-dan-prilaku-santri_22.html di akses pada hari senin, 23 juni 2014, pukul 14:30 wib
[4] http://eprints.uinsby.ac.id/121/1/Executive%20Summar%20ali%20maksum.pdf di akses pada hari senin, 23 juni 2014, pukul 14:30 wib
[5] Muhammad Fathurrohman, Sulistyorini, Implementasi manajemen peningkatan mutu pendidikan islam, hlm. 241-248
[6] Muhammad Fathurrohman, Sulistyorini, Implementasi manajemen peningkatan mutu pendidikan islam, hlm. 241-248
[7]http://www.pejuangislam.com/main.php?prm=berita&var=detail&id=323#sthash.oyps4eO1.dpuf di akses pada hari senin, 23 juni 2014, pukul 14:30 wib


[8]  http://www.pejuangislam.com/main.php?prm=berita&var=detail&id=323#sthash.oyps4eO1.dpuf di akses pada hari senin, 23 juni 2014, pukul 14:30 wib


[9] Umairso, H. Nur Zain, Pesantren ditengah arus mutu pendidikan, hlm. 42-50
[10] http://majalahalmizan.blogspot.com/2014/05/ekonomi-kreatif-dan-mandiri-ala.html  . di akses pada hari senin, 23 juni 2014, pukul 14:30 wib



[11] Muhammad Fathurrohman, Sulistyorini, Implementasi manajemen peningkatan mutu pendidikan islam, hlm. 253

[12] Umairso, H. Nur Zain, Pesantren ditengah arus mutu pendidikan, hlm. 184-228


[13] Muhammad Fathurrohman, Sulistyorini, Implementasi manajemen peningkatan mutu pendidikan islam, hlm. 235- 339