I.
PENDAHULUAN
Tuntutan akan out
put lembaga pendidikan islam yaitu pesantren yang bermutu semakin mendesak
karena semakin ketatnya persaingan dalam lapangan kerja yang serasi dengan
kebutuhan stakeholders pesantren.
Salah satu implikasi globalisasi dalam pendidikan yaitu adanya delegurasi yang
membuka peluang lembaga pendidikan
(termasuk perguruan tinggi asing) membuka lembaga pendidikanya di
Indonesia. Oleh karena itu persaingan di pasar kerja akan semakin berat. Kata
“mutu” telah menjadi orientsi produk pendidikan. oleh karena itu lembaga
pendidikan yang tidak mengorientasikan pembelajaran pada pencapaian mutu, cepat
atau lambat akan segera ditinggalkan oleh konsumenya. Sebaliknya, lembaga
pendidikan yang menjadikan mutu sebagai orientasi dan standar kualitasnya akan
dicari konsumen pendidikan.
Terlepas dari hal tersebut, usaha-usaha terhadap
pembaharuan mutu ppendidikan pesantren telah dilakukan sejak abad ke-19,
terutama pada aspek kepemimpinan, kurikulum, tempat belajar (sarana dan
prasarana), dan proses/system pembelajaranya. Tentu, reformasi pesantren dalam
dinamikanya yang panjang dimaksudkan untuk mencari format yang ideal
peningkatan mutu pendidikan pesantren.[1]
II.
RUMUSAN
MASALAH
A. Apa
saja potensi yang ada dalam pondok pesantren?
B. apa
yang di maksud dengan pondok salaf dan pondok modern?
C. Ketrampilan
seperti apa yang bias di dapat selain agama?
D. Bagaimana
proses pengembangan pondok pesantren?
E. Bagaimana
pembinaan pondok pesantren?
III.
PEMBAHASAN
A. POTENSI
PONDOK PESANTREN
Pesantren atau pondok adalah lembaga yang merupakan
wujud proses perkembangan system pendidikan nasional. Dari segi histors
pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung
makna keaslian Indonesia.[2]
Dari beberapa rujukan yang ada, diperoleh
kesimpulakn bahwa pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan islam di
Indonesia memiliki karakteristik yang khusus dan potensi yang dimiliki para
santri meliputi:
1. Kemandirian
Kemandirian tingkah-laku
adalah kemampuan santri untuk mengambil dan melaksanakan keputusan secara
bebas. Proses pengambilan dan pelaksanaan keputusan santri yang biasa
berlangsung di pesantren dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu keputusan yang
bersifat penting-monumental dan keputusan yang bersifat harian. Pada tulisan
ini, keputusan yang dimaksud adalah keputusan yang bersifat rutinitas harian.
Terkait dengan kebiasan santri yang bersifat rutinitas menunjukkan
kecenderungan santri lebih mampu dan berani dalam mengambil dan melaksanakan
keputusan secara mandiri, misalnya pengelolaan keuangan, perencanaan belanja,
perencanaan aktivitas rutin, dan sebagainya. Hal ini tidak lepas dari kehidupan
mereka yang tidak tinggal bersama orangtua mereka dan tuntutan pesantren yang
menginginkan santri-santri dapat hidup dengan berdikari. Santri dapat melakukan
sharing kehidupan dengan teman-teman santri lainnya yang mayoritas seusia
(sebaya) yang pada dasarnya memiliki kecenderungan yang sama. Apabila
kemandirian tingkah-laku dikaitkan dengan rutinitas santri, maka kemungkinan
santri memiliki tingkat kemandirian yang tinggi.
2. Keikhlasan
Yakni berbuat sesuatu bukan karena
didorong oleh keinginan untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Segala perbuatan
dilakukan semata- mata karena untuk ibadah lillah. Hal ini meliputi segenap
suasana kehidupan di Pondok Pesantren Mawaridussalam. Guru ikhlas mendidik,
para santri ikhlas belajar dan dididik, pengurus Pondok Pesantren ikhlas dalam
bekerja dan membantu Majelis Pengasuh dan Pimpinan, dan para wali juga ikhlas
menyerahkan putra-putrinya sepenuhnya kepada Pondok Pesantren untuk dididik.
Segala gerak- gerik dalam Pondok Pesantren Mawaridussalam berjalan dalam suasana keikhlasan yang mendalam.
Dengan demikian , terdapatlah suasana hidup yang harmonis antara guru yang disegani dan santri yang taat dan penuh cinta serta hormat dengan segala keikhlasannya.
Dengan demikian maka setiap santri diharap mampu mengerti dan menyadari arti Lillah, arti beramal, arti taqwa dan arti ikhlas. Jiwa ini menjadikan santri senantiasa siap berjuang di jalan Allah, di manapun dan kapanpun. Sebagai seorang muslim.[3]
Segala gerak- gerik dalam Pondok Pesantren Mawaridussalam berjalan dalam suasana keikhlasan yang mendalam.
Dengan demikian , terdapatlah suasana hidup yang harmonis antara guru yang disegani dan santri yang taat dan penuh cinta serta hormat dengan segala keikhlasannya.
Dengan demikian maka setiap santri diharap mampu mengerti dan menyadari arti Lillah, arti beramal, arti taqwa dan arti ikhlas. Jiwa ini menjadikan santri senantiasa siap berjuang di jalan Allah, di manapun dan kapanpun. Sebagai seorang muslim.[3]
3. Toleransi
semenjak
reformasi digulirkan, diskursus pluralisme dan multikulturalisme di negeri ini
terus mengemuka dan berkembang pesat.Terkait dengan masalah tersebutsikap
hiduptoleran menjadi penting. Toleransi dipandang bisa menjadi perekat baru integrasi
bangsa yang sekian lama tercabik cabik.
Integrasi nasional yang selama ini dibangun
berdasarkan politik kebudayaan lebih cenderung seragam dianggap tidak lagi relevan
dengan kondisi dan semangat demokrasi global. Desentralisasi kekuasaan dalam
bentuk otonomi daerah semenjak 1999 adalah jawaban bagi tuntutan demokrasi tersebut.
Namun, desentralisasi sebagai keputusan politik nasional tern yata kemudian disadari
tidak begitu produktif apabila dilihat dari kacamata integrasi nasional suatu bangsa
besar yang isinya beraneka ragam suku bangsa, etnis, agama, dan status social.[4]
Pola pendidikan dan pengajaran di
pesantren sangat erat kaitanya dengan tipologi pesantren sebagai mana yang
telah dituangkan dalam cirri-ciri dan tradisinya. Pada system pendidikan dan
pengajaran yang bersifat tradisional ini oleh kalangan pesantren dan masyarakat
lebih dikenal dengan istilah pesantren salafi.[5]
B. APA
YANG DI MAKSUD DENGAN PONDOK SALAF DAN MODERN (KHOLAF)
Pola pendidikan dan pengajaran di pesantren sangat
erat kaitanya dengan tipologi pesantren sebagai mana yang telah dituangkan
dalam cirri-ciri dan tradisinya. Pada system pendidikan dan pengajaran yang
bersifat tradisional ini oleh kalangan pesantren dan masyarakat lebih dikenal
dengan istilah pesantren salafi.[6]
Dalam
pelaksanaan pendidikan yang diselenggarakan pondok pesantren, secara garis
besar dapat digolongkan ke dalam dua bentuk yang penting:
1) Pondok Pesantren Salafiyah Pondok Pesantren Salafiyah adalah pondok pesantren yang menyelenggarakan pengajaran Al-Quran dan ilmu-ilmu agama Islam yang kegiatan pendidikan dan pengajarannya sebagaimana yang berlangsung sejak awal pertumbuhannya. Pembelajaran (pendidikan dan pengajaran) yang ada pada pondok pesantren ini dapat diselenggarakan dengan cara non-klasikal atau dengan klasikal. Jenis pondok ini pun dapat meningkat dengan membuat kurikulum sendiri, dalam arti kurikulum ala pondok pesantren yang bersangkutan yang disusun sendiri berdasarkan ciri khas yang dimiliki oleh pondok pesantren. Penjenjangan dilakukan dengan cara memberikan kitab pegangan yang lebih tinggi dengan funun (tema kitab) yang sama, setelah tamatnya suatu kitab. Para santri dapat tinggal dalam asrama yang disediakan dalam lingkungan pondok pesantren, dapat juga mereka tinggal di luar lingkungan pondok pesantren (santri kalong). [7]
1) Pondok Pesantren Salafiyah Pondok Pesantren Salafiyah adalah pondok pesantren yang menyelenggarakan pengajaran Al-Quran dan ilmu-ilmu agama Islam yang kegiatan pendidikan dan pengajarannya sebagaimana yang berlangsung sejak awal pertumbuhannya. Pembelajaran (pendidikan dan pengajaran) yang ada pada pondok pesantren ini dapat diselenggarakan dengan cara non-klasikal atau dengan klasikal. Jenis pondok ini pun dapat meningkat dengan membuat kurikulum sendiri, dalam arti kurikulum ala pondok pesantren yang bersangkutan yang disusun sendiri berdasarkan ciri khas yang dimiliki oleh pondok pesantren. Penjenjangan dilakukan dengan cara memberikan kitab pegangan yang lebih tinggi dengan funun (tema kitab) yang sama, setelah tamatnya suatu kitab. Para santri dapat tinggal dalam asrama yang disediakan dalam lingkungan pondok pesantren, dapat juga mereka tinggal di luar lingkungan pondok pesantren (santri kalong). [7]
Dalam pembelajaran system salafi, terlebih dahulu santri diarahkan untuk menguasai pengajian
dasar secara individual.
Adapun materi pembahasan pada masa ini adalah
pengajian Al-Qur’an, setelah menguasai kemudian santri dikenalkan dengan metode
setelahnya, yaitu:
Ø Sorogan
Sorogan
berasal
dari kata sorog yang artinya
menyodorkan. Yaitu bentuk belajar mengajar dimana kiai hanya menghadapi seorang
santri atau sekelompok kecil yang masih dalam tingkat dasar.
Ø Wetonan
Wetonan
berasal
dari kata wektu (jawa) yang berarti
waktu, karena pengajaran ini diberikan pada waktu-waktu tertentu. Metode ini
adalah cara belajar secara berkelompok yang diikuti oleh para santri dan
biasanya kiai menggunakan bahasa daerah setempat.
Ø Bandongan
Kata bandongan berasal
dari bahasa jawa banding artinya
pergi berbondong-bondong secara kelompok. Baik cara sorogan ataupun bandongan ,
pelajaran disampaikan menggunakan bahasa daerah setempat.
Ø Musyawarah
Musyawarah ialah system belajar dalam
bentuk seminar untuk membahas setiap masalah yang berhubungan dengan pelajaran
santri di tingkat tinggi. Pada metode ini menekankan adanya keaktifan dari
santri dalam menelaah dan memahami kitab yang telah diajarkan.
2) Pondok Pesantren modern/Khalafiyah merupakan
pondok pesantren yang selain menyelenggarakan kegiatan kepesantrenan, juga
menyelenggarakan kegiatan pendidikan formal (jalur sekolah), baik itu jalur
sekolah umum (SD, SMP, SMU, dan SMK), maupun jalur sekolah ciri khas agama
Islam (MI, MTs, MA, atau MAK).
Biasanya kegiatan pembelajaran kepesantrenan pada pondok pesantren ini memiliki kurikulum pondok pesantren yang klasikal dan berjenjang, dan bahkan pada sebagian kecil pondok pesantren pendidikan formal diselenggarakannya berdasarkan pada kurikulum mandiri, bukan dari Departemen Pendidikan Nasional atau Departemen Agama. Pondok pesantren ini dapat pula dikatakan sebagai Pondok Pesantren Salafiah plus.
Pondok Pesantren Salafiah yang menambah lembaga pendidikan formal dalam pendidikan dan pengajarannya. Penjenjangan yang dilakukan berdasarkan pada sekolah formalnya atau berdasarkan pengajiannya. Para santri yang ada di pondok pesantren tersebut pun adakalanya“mondok”, dalam arti sebagai santri dan sebagai siswa sekolah. Adakalanya pula sebagian siswa lembaga sekolah bukan santri pondok pesantren, hanya ikut pada lembaga formal saja. Bahkan dapat pula santrinya hanya mengikuti pendidikan kepesantrenan saja (Depag, 2003:41).
Menurut Depag (2003:44), dalam pembelajaran yang diberikan oleh pondok pesantren kepada santrinya, sesungguhnya pondok pesantren mempergunakan suatu bentuk “kurikulum” tertentu yang telah lama dipergunakan. Yaitu dengan sistem pengajaran tuntas kitab yang dipelajari (kitabi) yang berlandaskan pada kitab pegangan yang dijadikan rujukan utama pondok pesantren tersebut untuk masing-masing bidang studi yang berbeda. Sehingga akhir sistem pembelajaran yang diberikan olen pondok pesantren bersandar kepada tamatnya buku atau kitab yang dipelajari, bukan pada pemahaman secara tuntas untuk suatu topik (maudlul).
Penamaan batasan penjenjangan pun bermacam-macam. Ada yang mempergunakan istilah marhalah, sanah, dan lainnya. Bahkan adapula yang bertingkat seperti Madrasah Formal, ibtida’I, tsanawi, dan ‘aly. Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara-cara yang digunakan untuk menyampaikan ajaran sampai ke tujuan. Dalam kaitannya dengan pondok pesantren, ajaran adalah apa yang terdapat dalam kitab kuning atau kitab rujukan atau referensi yang dipegang oleh pondok pesantren tersebut. [8]
Pemahaman terhadap teks-teks ajaran tersebut dapat dicapai melalui metode pembelajaran tertentu yang biasa digunakan oleh pondok pesantren. Selama kurun waktu yang panjang, pondok pesantren telah memperkenalkan dan menerapkan beberapa metode weton dan bandongan, sorogan dan hafalan (tahfidz).
Biasanya kegiatan pembelajaran kepesantrenan pada pondok pesantren ini memiliki kurikulum pondok pesantren yang klasikal dan berjenjang, dan bahkan pada sebagian kecil pondok pesantren pendidikan formal diselenggarakannya berdasarkan pada kurikulum mandiri, bukan dari Departemen Pendidikan Nasional atau Departemen Agama. Pondok pesantren ini dapat pula dikatakan sebagai Pondok Pesantren Salafiah plus.
Pondok Pesantren Salafiah yang menambah lembaga pendidikan formal dalam pendidikan dan pengajarannya. Penjenjangan yang dilakukan berdasarkan pada sekolah formalnya atau berdasarkan pengajiannya. Para santri yang ada di pondok pesantren tersebut pun adakalanya“mondok”, dalam arti sebagai santri dan sebagai siswa sekolah. Adakalanya pula sebagian siswa lembaga sekolah bukan santri pondok pesantren, hanya ikut pada lembaga formal saja. Bahkan dapat pula santrinya hanya mengikuti pendidikan kepesantrenan saja (Depag, 2003:41).
Menurut Depag (2003:44), dalam pembelajaran yang diberikan oleh pondok pesantren kepada santrinya, sesungguhnya pondok pesantren mempergunakan suatu bentuk “kurikulum” tertentu yang telah lama dipergunakan. Yaitu dengan sistem pengajaran tuntas kitab yang dipelajari (kitabi) yang berlandaskan pada kitab pegangan yang dijadikan rujukan utama pondok pesantren tersebut untuk masing-masing bidang studi yang berbeda. Sehingga akhir sistem pembelajaran yang diberikan olen pondok pesantren bersandar kepada tamatnya buku atau kitab yang dipelajari, bukan pada pemahaman secara tuntas untuk suatu topik (maudlul).
Penamaan batasan penjenjangan pun bermacam-macam. Ada yang mempergunakan istilah marhalah, sanah, dan lainnya. Bahkan adapula yang bertingkat seperti Madrasah Formal, ibtida’I, tsanawi, dan ‘aly. Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara-cara yang digunakan untuk menyampaikan ajaran sampai ke tujuan. Dalam kaitannya dengan pondok pesantren, ajaran adalah apa yang terdapat dalam kitab kuning atau kitab rujukan atau referensi yang dipegang oleh pondok pesantren tersebut. [8]
Pemahaman terhadap teks-teks ajaran tersebut dapat dicapai melalui metode pembelajaran tertentu yang biasa digunakan oleh pondok pesantren. Selama kurun waktu yang panjang, pondok pesantren telah memperkenalkan dan menerapkan beberapa metode weton dan bandongan, sorogan dan hafalan (tahfidz).
Sebagai
lembaga pendidikan, pesantren berfungsi untuk menyelenggarakan pendidikan
formal dan pendidikan non formal. Selama kurun waktu yang panjang pendidikan
dipesantren telah memberikan sumbangsih yang posistif karena telah berhasil
membentuk peserta didiknya beriman smepurna, berilmu luas dan beramal sejati.
Dan pada prosesnya pesantren berfungsi antara lain sebagai:
1) Pusat
kajian islam
Pondok
pesantren pada dasarnya merupakan lembaga pendidikan yang mendalami dan
mengkaji berbagai ajaran dan ilmu pengetahuan agama islam melalui buku-buku
klasik atau modern berbahasa arab. Dengan demikian, secara tidak langsung
pondok pesantren telah menjadikan posisinya sebagai pusat pengkajian masalah keagamaan
islam, dalam kata lain pondok pesantren berperan sebagai pusat kajian islam.
2) Pusat
pengembangan dakwah
Dakwah
islamiah dapat diartikan sebagai penyebaran atau penyiaran ajaran dan
pengetahuan agama islam yang dilakukan
secara islami, baik itu berupa ajaran atau seruan untuk meningkatkan keimanan
dan ketaqwaan maupun berupa uswatun hasanah. Tugas pesantren adalah penyebaran
ajaran dan pengetahuan agama islam.
3) Pusat
pelayanan beragama dan moral
Pondok
pesantren merupakan lembaga yang mempunyai cirri dan karakteristik yang unik
dalam masyarakat muslim di Indonesia. Salah satu kerekteristik pesantren yang
menonjol adalah kedudukanya sebagai learning
society (masyarakat belajar). Sehingga A. Wahid Zaini menggambarkan bahwa,
pondok pesantren tidak lain adalah sebagai lembaga pengembangan ilmu
pengetahuan, khusunya ilmi pengetahuan agama islam. Dan bentuk pengembangan
ilmu agama ini berimplikasi pada pelayanan pengembangan agama berujung pada
moral.
4) Pusat
pengembangan solidaritas dan ukhuwah islamiah
Selain
dari berbentuk ajakan seruan atau pemberian contoh untuk berbuat baik, dakwah
islamiah yang diselenggarakan oleh pondok pesantren dapat bermacam-macam
bentuknya meskipun dikategorikan sabagai Dakwah
bi al-hal. Kegiatan ini bahkan lebih efektif dan berpotensi jika
diselenggarakan oleh pondok pesantren.[9]
C. KETRAMPILAN
DI BIDANG PEREKONOMIAN DI PONDOK PESANTREN
Eksistensi
Pondok Pesantren masih tetap mengakar dan menyatu dengan kehidupan masyarakat
Islam, yang senantiasa diharapkan memberi jawaban alternatif terhadap perubahan
dan perkembangan dewasa ini, dengan kemampuan mendayagunakan potensi sumber
daya insani secara maksimal untuk menggali potensi sumber daya alam melalui
penyerapan alih teknologi. Hal ini menjadi tantangan dan tuntutan dalam era
globalisasi, khususnya bagi Pondok Pesantren yang tengah mengembangkan sayapnya
dibidang Agro (Agrobisnis).
Pengembangan Agrobisnis di Pondok
Pesantren merupakan suatu program yang sangat tepat, yang telah diupayakan oleh
pemerintah dewasa ini, berdasarkan Surat Keputusan Bersama Mentri Pertanian Dan
Mentri Agama Nomor 346/Kpts/FTK.050/6/1991. Nomor 94 Tahun 1991 tentang
Pengembangan Agrobisnis di Pondok Pesantren.
Secara kelembagaan pesantren telah
memberikan tauladan, contoh riil (bi al-haal) dengan mengaktualisasikan
semangat kemandirian melalui usaha-usaha yang konkret dengan didirikannya
beberapa unit usaha agrobis. Pengelolaan usaha agrobisnis dan agroindustri di
pesantren dimaksudkan untuk memperkuat pendanaan pesantren, latihan bagi para santri,
dan pemberdayaan ekonomi masyarakat pesantren.
Dalam pengembangan dibidang
Agrobisnis di pesantren bukanlah hal yang mudah diwujudkan, pasalnya keadaan
lembaga pendidikan swasta tidak sama seperti halnya dengan sekolah negri. Dalam
hal pengelolaan sarana prasarana atau gedung misalnya, sekolah negri cukup
mengajukan proposal pengadaan barang atau perbaikan bahkan pembangunan gedung
kepada institusi pemerintah yang ada di atasnya. Setelahnya proposal tersebut
disetujui oleh lembaga dan dicairkan keuangannya untuk membangun gedung atau
pengadaan barang yang diinginkan.
Berbeda halnya dengan lembaga
pendidikan swasta meski juga dibawah tanggungan pemerintah. Sejarah sudah
membuktikan bahwa mereka di nomor duakan ketimbang sekolah negeri. Oleh sebab
itu kemandirian lembaga swasta sangat dibutuhkan untuk mencapai eksistensinya.
Salah satu contoh lembaga pendidikan yang sejak dulu eksis dan jarang
mendapatkan bantuan pemerintah adalah pesantren. Dari dulu pesantren seakan
hanya menjadi sub-pendidikan formal. Imbasnya, pesantren harus mandiri.
Kemandirian pesantren memang tidak
perlu diragukan lagi. Bertahun-tahun yang lampau hingga saat ini, para pendiri
pesantren bener-bener memfungsikan pesantren menjadi “negara kecil”. Dalam
lingkungan pesantren, para pengelolanya kebanyakan mempunyai sistem ekonomi
sendiri, pemasukan dan pengelolaan keuanganya sendiri yang salah satunya dengan
dibentuknya suatu unit usaha atau kegiatan yang bergerak di bidang Agrobisnis
dan Agroindustri.
Mahmud Ali Zein menyebutkan dalam
bukunya, bahwa potensi perekonomian terletak pada tiga aspek: pertama pada
poros fanatisme terhadap lebel pesantren, kedua Koprasi, ketiga pangsa pasar
yang mudah untuk ditentukanm segmenya.
Berdasarkan pernyataan diatas,
penulis memandang bahwa adanya suatu usaha Agro (Agrobisnis) di Pondok
Pesantren ini tidak hanya menguntungkan dan meningkatkan kesejahteraan keluarga
besar pesantren saja, tetapi mampu memberdayakan dan mengkaryakan perekonomian
santri dan kesejahteraan masyarakat disekitarnya.[10]
D. PENGEMBANGAN
PONDOK PESANTREN
Manajemen peningkatan mutu dipondok pesantren
merupakan sebuah konsep yang mengaplikasikan berbagai prinsip mutu untuk
menjamin suatu spesifikasi mutu sebagai mana ditetapkan secara menyeluruh dan
berkelanjutan. Pendekatan manajemen mutu dilakukan secara menyeluruh, yaitu
mulai input, output, dan outcome. Dalam
dunia pendidikan outcome terkait
dengan keterlibatan alumni dalam pengelolaan dan pengembangan lembaga
pendidikan. Semua komponen system organisasi diposisikan sebagai bagian untuk
menjamin mutu dan disinergikan melalui kepemimpinan mutu.[11]
Dalam manajemen tradisional umumnya ada tiga fungsi
pokok manajemen, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Tetapi bagi
Joseph Juran, seperti dikutip oleh Daulat P. Tampubolon, mengatakan bahwa
manajemen memiliki tiga fungsi yaitu: Perencanaan mutu, Pengendalian mutu, dan Peningkatan mutu.
Dalam setiap kegiatan pesantren maka kerangka dasar
yang dimunculkan adalah perencanaan mutu, yaitu proses identifikasi kebutuhan
pelanggan secara objektif dan setepat mungkin. Penerjemahan kebutuhan itu
menjadi program kegiatan dan penyusunan langkah-langkah pelaksanaanya.
Sehingga pada tataran prakteknya, pesantren perlu
melakukan pemfokusan pada pelanggan yang sedikitnya terdapat lima sifat yang
harus diwujudkan agar pelanggan puas, meliputi:
1. Reability (Kepercayaan),
yaitu layanan sesuai dengan yang diinginkan.
2. Assurance (Keterjaminan),
yaitu mampu menjamin kualitas layanan yang diberikan.
3. Tangible (Penampilan),
yaitu iklim pesantren yang kondusif.
4. Emphaty (Perhatian),
yaitu memberikan perhatian penuh kepada santri sebagai pelanggan utama.
5. Responsiveness (Ketanggapan),
yaitu tepat tanggap terhadap terhadap kebutuhan santri.
Dalam rangka mengimplikasikan konsep manajemen
peningkatan mutu yang berbasisi pesantren ini, maka melalui pastisipasi aktif
dan dinamis dari orang tua, santri, ustadz, dan karyawan pesantren lainya
termasuk institusi yang memiliki kepedulian terhadap lembaga pendidikan islam
(pesantren). Agar implikasi program Total
Qyality Management (TQM) dipesantren berjalan dengan yang diharapkan,
diperlukan persyaratan sebagai berikut:
1. Komitmen
yang tinggi dari manajemen puncak
2. Mengalokasikan
waktu secara penuh untuk program Total
Quality Management (TQM).
3. Menyiapkan
dana dan menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas
4. Memilih
coordinator program TQM
5. Melakukan
BanchMarking pada perusahaan lain
yang menerapkan TQM
6. Merumuskan
nilai, visi, dan misi
7. Mempersiapkan
mental untuk menghadapi berbagai bentuk hambatan
8. Merencanakan
mutasi program TQM
Total Quality
Management (TQM) yang diterapkan pesantren merupakan
langkah maju dalam menggapai mutu pendidikan pesantren sesuai dengan kepuasan
pelanggan yang akhirnya mengerucut pada kesesuaian antara out put pesantren dengan perkembangan zaman. Akan tetapi yang
paling penting dalam peningkatan mutu pendidikan pesantren adalah sosok kiai
sebagai Top Leader sekaligus manajer
untuk menggerakan manajemen pesantren tersebut.
Pesantren yang merupakan lembaga pendidikan islam
dengan menerapkan TQM tidak mungkin diwujudkan jika tidak di dukung dengan
tersedianya sumber-sumber untuk mewujudkan kualitas proses dan hasil yang akan
dicapai. Untuk menjadi efektif didalam masa sekarang, institusi pesantren
memerlukan proses pengembangan strategi kualitas, antara lain:
a. Misi
yang jelas dan tertentu
b. Mengfokuskan
customer secara jelas
c. Strategi
untuk mencapai misi
d. Pelibatan
semua customers, baik internal maupun
eksternal didalam pengembangan strategi
e. Penguatan
staff dengan menggerakan penghalangdan bantuan untuk membuat konstribusi
maksimal terhadap institusi melalui pengembangan kelompok kerja yang efektif
f. Penilaian
dan evaluasi ke-efektifan institusi menghadapi tujuan yang diharapkan oleh curtomers.
Apalagi pendidikan pesantren didasari, digerakan dan
diarahkan oleh nilai-nilai kehidupan yang bersumber pada ajaran islam yaitu
al-Qur’an dan Al-Hadis. Ajaran dasar ini berkaitan dengan struktur social atau
realitas social yang di gumuli dalam kehidupan sehari-hari.
Terdapat beberapa hal yang tengah dihadapi pesantren
dalam melakukan pengembanganya, yaitu:
1. Image pesantren,
sebagai sebuah lembaga pendidikan yang tradisional, tidak modern, informal dan
bahkan teropinikan sebagai lembaga yang melahirkan terorisme, telah mempengaruhi
olah fikir masyarakat untuk meninggalkan dunia pesantren.
2. Sarana
dan prasarana penunjang yang terlihat masih kurang memadai. Bukan saja dari
segi instruktur bangunan yang harus segera dibenahi, melainkan terdapat pula
yang masih kekurangan ruangan pondok (asrama) sebagai tempat menetapnya santri
3. Sumber
daya manusia, Sekalipun sumber daya manusia dalam bidang keagamaan tidak da[pat
diragukan lagi, tetapi dalam rangka meningkatkan eksistensi dan peranan pondok
pesantren dalam bidang kehidupan social masyarakat diperlukan perhatian yang
serius.
4. Peningkatan
akses dan networking merupakan salah
satu keb utuhan untuk pengembangan pesantren.
5. Manajemen
kelembagaan manajemen merupakan unsure penting dalam pengelolaan pesantren.
Pada saat ini masih terlihat bahwa pondok pesanren dikelola secara tradisional.
6. Kemandirian
ekonomi kelembagaan kebutuhan keuangan menjadi kendala dalam melakukan
aktifitas pesantren, baik berkaitan dengan pengembangan maupun dalam
keseharian.
7. Kurikulum
yang berorientasi life skills santri
dan masyarakat. Pesantren masih berkonsentrasi pada penngkatan wawasan dan
pengalaman keagamaan santri dan masyarakat.
Beberapa hal tersebut walau menjadi penghalang dalam
pengembangan institusi pesantren namun tidak menjadikan pesantren laruti dalam lautan
stagnasi. Perlu adanya terobosan-terobosan baru untuk menstransformasikan pola
manajemen pesnatren yang salah satunya paling dominan adalah pada aspek
kurikulumnya, dari kurikulum yang berorientasi keagamaan saja ke kurikulum integrative yang berorientasi monotomik
antara ilmu-ilmu keagamaan ke ilmu-ilmu umum.dari kurikulm “lama” yang hanya
sebatas mata pelajaran agama saja ke kurikulum “baru” yang lebih luas, bukan
sebatas aspek mata pelajaran saja, tetapi segala kegiatan yang dirancang oleh
lembaga pendidikan yang disajikan kepada peserta didik guna mencapai tujuan
pendidikan (institusional, kurikuler, dan instruksional). [12]
E. PEMBINAAN
PONDOK PESANTREN
Pondok pesantren biasanya didirikan secara
individual oleh seorang atau beberapa orang kiai, maka segala sesuatu yang
berlaku dalam pondok pesantren tersebut sangat bergantung pada system Leader ship kiai yang bersangkutan.
System pengelolaan dan kurikulum yang diterapkan juga terdapat perbedaan antara
satu pesantren dengan pesantren yang lain, namun secara umum menurut Arifin
dapat dilihat kesamaanya pada aspek “charismatic
leadership” dan struktur organisasi yang tidak “hierarchical bureaucratic”.
Administrasi yang diterapkan dalam penyelenggarakan
pondok pesantren adalah administrasi dalam arti luas, yaitu keseluruhan
kegiatan manusia yang bekerja sama untuk mencapai tujuan pondok pesantren.
Dalam merencanakan dan mengelola administrasi ini harus dirumuskan dengan jelas
sesuai visi misi pondok pesantren. Karena
memiliki jumlah santri besar, sehingga tampak adanya administrasi manajemen
yang baik, seperti adanya planning,
organizing, actuating, dan controlling.
Ada tiga factor yang berperan dalam sisitem penyelenggaraan pondok
pesantren, yaitu: manajemen sebagai factor upaya, organisasi sebagai factor
sarana, dan administrasi sebagai factor karsa. Ketiga factor ini memberikan
arah dan perpaduan dalam merumuskan, mengendalikan penyelenggaraan, mengawasi
serta menilaipelaksanaan kebijakan-kebijakan dalam usaha penyelenggaraan
kegiatan yang sesuai dengan tujuan pondok pesantren.
Berkenaan dengan bagaimana kemampuan mengelola serta
merencanakan seluruh aktivitas kegiatan pondok pesantren maka perencanaan mengandung
pokok-pokok sebagai berikut:
1. Perencanaan
selalu berorientasi masa depan, maksudnya perencanaan berusaha memprediksi
bentuk dan sifat masa depan santri yang diinginkan berdasarkan situasi kondisi
masalalu dan masa sekarang.
2. Perencanaan
merupakan sesuatu yang disengaja dilahirkan, dan bukan kebetulan, dan sebagai
hasil pemikiran yang matang dan cerdas, yang bersumber dari hasil
eksplorasi terhadap penyelenggaraan
pendidikan.
3. Perencanaan
memerlukan tidakan dari orang-orang yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan
ketrampilan, baik secara individu maupun kelompok.
4. Perencanaan
harus bermakna, dalam arti bahwa usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka
mencapai tujuan diselenggarakanya pendidikan ketrampilan semakin efektif dan
efisien.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpilan sebagai
berikut: bahwa keberhasilan suatu egiatan ditentukan baik buruknya perencanaan,
perencanaan harus dapat memandang atau meramalakan kegiatan-kegiatan dimasa
yang akan datang secaa obyektif, perencanaan harus diarahkan kepada tercapainya
suatu tujuan sehingga bila terjadi kegagalan dalam pelaksanaan kemungkinan
besar penyebabnya adalah kurang sempurnanya perencanaan, perencanaan harus
memikirkan: anggaran, kebijakan, prosedur, metode, dan criteria-kriteria untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kita menyadari bahwa segala transformasi membutuhkan
adanya beberapa komponen yang kompleks yang mendukung terccapainya tujuan
pendidikan pesantren tersebut. Komponen-komponen itu bisa berupa:
1. Aspek
planning (perencanaan), perlu adanya
pola-pola perencanaan seragam yang prinsipil dan tidak mengurangi nailai-nilai
dari kepemimpinan pondok pesantren.
2. Aspek
organizing (organisasi), perlu adanya
semacam petunjuk berupa pola struktur organisasi dan administrasi dasar,
seperti menetapkan criteria pondok takhasus
atau pondok campuran, pembentukan badan-badan, serpti badan legislative,
eksekutif, dan yudikatif.
3. Aspek
staffing. Pelaksanaan pendidikan
pondok pesantren yang terdiri dari kiai, guru, dan engurus. Guru dan pengurus
perlu diberikan up-gradding, penataran,
kursus, dan pengkaderan. Hal tersebut diberikan karena staff termasuk pembinaan
personal.
4. Aspek
coordinating. Koordinasi dapat
dilakukan dengan membentuk majelis pembinaan pondok pesantren yang terdiri dari
para kiai dan para sarjana yang bertanggung jawab langsung pada pemerintah.
5. Aspek
reporting. Dalam akhir tahun perlu
diadakan laporan khusus pada majelis atau pengurus yayasanpengeloal, yang
berguna sebagai laporan obyektif, juga
merupakan evaluasi tentang pelaksanaan dan kehidupan di pesantren.
6. Aspek
budgeting. Karena pesantren bersifat
swast, pembiayaan bersumber dari pemwakafan, hibah, donator iuran, baik tetap
maupun tidak.
Kehadiran pesantren saat ini menjadi titik sentral
kajian para ahli, karena nuansa-nuansa yang di canagkan dan dilaksanakan dalam
pesantren sangat unik. Dalam pada itu, tidak sedikit yang serba lain.[13]
IV.
ANALISIS
Meninjau kembali tentang bagaimana pentignya
pendidikan bagi kehidupan manusia, pemahaman akan adanya pondok pesantren
memiliki peran dan kntribusi yang besar dalam pendidikan. Kita ketahui sebagai
lembaga, pesantren dimaksudkan untuk mempertahankan nilai-nilai keislaman
dengan titik berat pada pendidikan yang islami. Oleh sebab itu dalam lingkup pesantren
itu sendiri perlu adanya pembinaan dan pengelolaan yang meliputi, pembinaan dan
pengelolaan potensi, administrasi, kurikulum sampai pada perencanaanya. Agar
nantinya mampu mencetak jebolan-jebolan pondok pesantren yang tidak hanya cakap
dalam satu bidang saja (agama), melainkan berbagai bidang yang membawa daya
guna bagi dirinya serta masyarakat luas.
Pesantren bukan lagi dipandang sebagai lembaga yang
tertinggal, melainkan lembaga yang mempunyai daya saing yang besar dengan
lembaga-lembaga pendidikan yang lain. Yang selalu melakukan pembenahan dan
pengembangan dari segala bidang.
Kiprah
pesantren dalam berbagai hal sangat amat dirasakan oleh masyarakat. Salah satu
yang menjadi contoh utama adalah, pembentukan dan terbentuknya kader-kader
ulama dan pengembang ke ilmuan islam.
Dalam lembaga pendidikan islam (pesantren) yang
bermutu akan melibatkan berbagai input dan out put. Maka dari itu diterapkan
pula kurikulum TQM untuk menjamin pesantren yang lebih maju demi kualitas
peserta didik atau santri yang berada dalam pesantren tersebut.
V.
KESIMPULAN
Pesantren atau pondok adalah lembaga yang merupakan
wujud proses perkembangan system pendidikan nasional. Dari segi histors
pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung
makna keaslian Indonesia.
Dari
beberapa rujukan yang ada, diperoleh kesimpulakn bahwa pesantren sebagai salah
satu lembaga pendidikan islam di Indonesia memiliki karakteristik yang khusus.
pada
prosesnya pesantren berfungsi antara lain sebagai:
1) Pusat
kajian islam
2) Pusat
pengembangan dakwah
3) Pusat
pelayanan beragama dan moral
4) Pusat
pengembangan solidaritas dan ukhuwah islamiah
Total Quality
Management (TQM)
yang diterapkan pesantren merupakan langkah maju dalam menggapai mutu
pendidikan pesantren sesuai dengan kepuasan pelanggan yang akhirnya mengerucut
pada kesesuaian antara out put pesantren
dengan perkembangan zaman
Administrasi yang diterapkan dalam penyelenggarakan
pondok pesantren adalah administrasi dalam arti luas, yaitu keseluruhan
kegiatan manusia yang bekerja sama untuk mencapai tujuan pondok pesantren.
Dalam merencanakan dan mengelola administrasi ini harus dirumuskan dengan jelas
sesuai visi misi pondok pesantren.
VI.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan, kami
menyadari makalah yang kami paparkan masih terdapat banyak kekurangan. Karena
kami sadar bahwa kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun sangat kami harapkan. Dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Amien ya robbal ‘alamien.
[1]
Umairso, H. Nur Zain, Pesantren ditengah
arus mutu pendidikan, (Semarang: RaSAIL Media Group, 2011), hlm. 129
[2]
Muhammad Fathurrohman, Sulistyorini, Implementasi
manajemen peningkatan mutu pendidikan islam, (Yogyakarta: Penerbit Teras,
2012), hlm. 235
[3]
http://anampunyablog.blogspot.com/2009/12/pesantren-dan-prilaku-santri_22.html di akses pada hari senin, 23 juni
2014, pukul 14:30 wib
[4]
http://eprints.uinsby.ac.id/121/1/Executive%20Summar%20ali%20maksum.pdf
di akses pada hari senin, 23 juni 2014, pukul 14:30 wib
[5]
Muhammad Fathurrohman, Sulistyorini, Implementasi
manajemen peningkatan mutu pendidikan islam, hlm. 241-248
[6]
Muhammad Fathurrohman, Sulistyorini, Implementasi
manajemen peningkatan mutu pendidikan islam, hlm. 241-248
[7]http://www.pejuangislam.com/main.php?prm=berita&var=detail&id=323#sthash.oyps4eO1.dpuf di akses pada hari senin, 23 juni
2014, pukul 14:30 wib
[8]
http://www.pejuangislam.com/main.php?prm=berita&var=detail&id=323#sthash.oyps4eO1.dpuf di akses pada hari senin, 23 juni
2014, pukul 14:30 wib
[9]
Umairso, H. Nur Zain, Pesantren ditengah
arus mutu pendidikan, hlm. 42-50
[10]
http://majalahalmizan.blogspot.com/2014/05/ekonomi-kreatif-dan-mandiri-ala.html
. di
akses pada hari senin, 23 juni 2014, pukul 14:30 wib
[11]
Muhammad Fathurrohman, Sulistyorini, Implementasi
manajemen peningkatan mutu pendidikan islam, hlm. 253
[13]
Muhammad Fathurrohman, Sulistyorini, Implementasi
manajemen peningkatan mutu pendidikan islam, hlm. 235- 339